Selasa, 04 Februari 2014

Riba ooh riba betapa kejamya dikau..

Selamatkan Diri Anda dari Riba, SEKARANG! Sesungguhnya keberadaan kita dalam kehidupan dunia ini tiada lain hanyalah untuk menghambakan diri kepada Allah Ta’ala semata, sebagaimana Allah nyatakan dengan terang dan gamblang dalam firman-Nya, yang artinya, “Dan Aku tidaklah menciptkan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah hanya kepada- Ku.” (QS. Adz-Dzariyat: 56) Untuk mewujudkan tujuan dan hikmah yang sangat agung dari penciptaan dua makhluk ini, Allah mengutus para nabi dan rasul-Nya dengan membawa akidah yang lurus dan syariat yang sempurna, agar mereka menyampaikannya kepada umat masing-masing. SEMANGAT NABI SHALLALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM MEMBIMBING UMATNYA Tidak ada satu kebaikan pun melainkan beliau telah tunjukkan kepada umat manusia, tiada satu keburukan pun kecuali telah beliau ingatkan kepada umatnya untuk menjauhinya. Hal ini sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Sesungguhnnya tiada seorang nabi pun sebelumku, melainkan ia wajib menunjuki umatnya kepada kebaikan yang ia ketahui, dan memperingatkan mereka dari keburukan yang ia ketahui untuk mereka.” (HR. Muslim III/1472 No. 1844) Di antara kezaliman yang beliau peringatkan kepada umat adalah transaksi riba dengan berbagai jenis dan bahayanya. Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahuanhu, bahwa beliau Shallallahu’ alaihi wa sallam bersabda, “Jauhilah tujuh perkara yang menghancurkan (tujuh dosa besar, pent). Para sahabat bertanya; ‘Apa saja, wahai Rasulullah?’ Beliau bersabda; ‘Menyekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah, memakan riba, makan harta anak yatim, berpaling dari medan perang, dan menuduh wanita mukminah yang baik-baik berbuat kekejian (zina).” (HR. Al-Bukhari III/1017 No. 2615, dan Muslim I/92 No. 89) PENGERTIAN MEMAKAN HARTA HASIL RIBA Yang dimaksud memakan riba bukan hanya dalam pengertian menggunakan uang hasil riba untuk membeli makanan dan minuman lalu dikonsumsi. Tetapi mencakup pemanfaatan harta riba untuk kebutuhan hidup pribadi dan keluarga. Misal rumah, kendaraan, pakaian, biaya pengobatan, pendidikan, listrik dan telepon, dan bahkan digunakan untuk ibadah seperti, haji, umroh atau sedekah. Larangan memakan harta hasil riba juga berlaku bagi orang yang membayar atau memberi riba kepada orang lain. Baik secara individu maupun lembaga keuangan seperti bank, BMT, koperasi, pegadaian, dan semisalnya. Demikian pula setiap orang yang terlibat dalam proses berlangsungnya muamalah ribawi, seperti orang yang mencatat atau menjadi saksi. Mereka semua di hadapan Allah sama dalam hal hukum dan kedudukan. Yaitu sama-sama telah berbuat dosa besar dan terkena laknat (kutukan) Rasulullah Shallallahu ’ alaihi wa sallam. Dari Jabir Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat pemakan riba, pemberi makan riba, dua saksinya dan penulisnya.” Dan Beliau bersabda, “Mereka semua sama (kedudukannya dalam hal dosa, pent).” (Shahih. Diriwayatkan oleh Muslim III/1219 No. 1598) Arti laknat ialah diusir dan dijauhkan dari rahmat dan kebaikan Allah Ta’ala. Apakah kita masih merasa tenang dan nyaman menjalani hidup bergelimang riba, sementara keluarga kita tidak lepas dari ancaman laknat? BERBAGAI BENCANA AKIBAT RIBA Perlu kita sadari, harta haram atau harta yang tercampur dengan harta riba akan menjadi bencana bagi kita di dunia dan akhirat. Di antara bencana riba adalah: 1. Hilangnya keberkahan pada harta. Allah Ta’ala berfirman, yang artinya, “Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah.” (QS. Al-Baqarah: 276) 2. Orang yang berinteraksi dengan riba akan dibangkitkan oleh Allah pada hari kiamat kelak dalam keadaan seperti orang gila. Allah Ta’ala berfirman, yang artinya: “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual- beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba.” (QS. Al- Baqarah: 275) 3. Pemakan riba akan disiksa dengan berenang di sungai darah dan mulutnya dilempari bebatuan sehingga tidak mampu keluar dari sungai tersebut. Dari Samuroh bin Jundub Radhiyallahu anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menceritakan tentang siksaan Allah kepada para pemakan riba, bahwa, “Mereka akan berenang di sungai darah, sedangkan di tepi sungai ada seseorang yang membawa bebatuan. Setiap kali orang yang berenang dalam sungai darah hendak keluar darinya, lelaki yang berada di pinggir sungai tersebut segera melemparkan batu ke dalam mulutnya, sehingga ia terdorong kembali ke tengah sungai, dan demikian itu seterusnya.”. (HR. Bukhari II/734 No. 1979) 4. Allah tidak akan menerima sedekah, infak dan zakat dari harta riba. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai manusia, sesungguhnya Allah itu maha baik dan tidak akan menerima sesuatu kecuali yang baik.” (HR. Muslim II/703 No. 1015 dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu) 5. Tantangan perang dari Allah bagi pemakan riba. Allah berfiman, yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Jika kamu tidak mengerjakan, maka umumkanlah untuk perang dengan Allah dan Rasul-Nya. (QS. Al-Baqarah: 278-279) 6. Doa pemakan riba tidak akan didengarkan dan dikabulkan oleh Allah Di dalam hadis yang shohih, Rasullullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menceritakan bahwa ada seseorang yang melakukan safar (bepergian jauh), kemudian menengadahkan tangannya ke langit seraya berdoa, “Wahai Tuhanku, wahai Tuhanku!” Akan tetapi makanan dan minumannya berasal dari yang haram, pakaiannya haram dan dikenyangkan oleh barang yang haram. Maka bagaimana mungkin doanya akan dikabulkan (oleh Allah)?” (HR. Muslim II/703 No. 1015) 7. Memakan riba menyebabkan hati menjadi keras dan berkarat. Allah Ta’ala berfirman, yang artinya, “Sekali-kali tidak (demikian), Sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka.” (QS. Al-Muthaffifin: 14) Dari An-Nu’man bin Basyir Radhiyallahu anhu, ia berkata: Aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ketahuilah di dalam jasad terdapat sepotong daging. Jika ia baik, maka baiklah seluruh badan. Namun jika ia rusak, maka rusaklah seluruh badan. Ketahuilah sepotong daging itu adalah hati.” (HR. Bukhari 1/28 No. 52, dan Muslim III/1219 No.1599) 8. Badan yang tumbuh dari harta haram (riba dan selainnya) layak untuk disentuh neraka. Dari Ka’ab bi ‘Ujroh Radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Wahai Ka’ab bin ‘Ujroh, sesungguhnya daging yang tumbuh dari sesuatu yang haram, sangat layak untuk disentuh api neraka.” (HR. At-Tirmidzi II/512 No. 614. dan dinyatakan Shohih Lighoirihi oleh Syaikh Al-Albani dalam Shohih At-Targhib wa At-Tarhib II/150 No. 1729) Dampak Negatif Bagi Masyarakat dan Perekonomian Riba menimbulkan permusuhan dan kebencian antar individu dan masyarakat serta menumbuhkembangkan fitnah dan terputusnya jalinan persaudaraan. Masyarakat yang berinteraksi dengan riba adalah masyarakat yang miskin, tidak memiliki rasa simpatik. Mereka tidak akan saling tolong menolong dan membantu sesama manusia kecuali ada keinginan tertentu yang tersembunyi di balik bantuan yang mereka berikan. Masyarakat seperti ini tidak akan pernah merasakan kesejahteraan dan ketenangan. Bahkan kekacauan dan kesenjangan akan senantiasa terjadi di setiap saat. Perbuatan riba mengarahkan ekonomi ke arah yang menyimpang dan hal tersebut mengakibatkan ishraf (pemborosan). Riba mengakibatkan harta kaum muslimin berada dalam genggaman musuh dan hal ini salah satu musibah terbesar yang menimpa kaum muslimin. Karena, mereka telah menitipkan sebagian besar harta mereka kepada bank-bank ribawi yang terletak di berbagai negara kafir. Hal ini akan melunturkan dan menghilangkan sifat ulet dan kerajinan dari kaum muslimin serta membantu kaum kuffar atau pelaku riba dalam melemahkan kaum muslimin dan mengambil manfaat dari harta mereka. Tersebarnya riba merupakan “pernyataan tidak langsung” dari suatu kaum bahwa mereka berhak dan layak untuk mendapatkan adzab dari Allah ta’ala. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, إذا ظهر الزنا والربا في قرية فقد أحلوا بأنفسهم عذاب الله “Apabila telah marak perzinaan dan praktek ribawi di suatu negeri, maka sungguh penduduk negeri tersebut telah menghalalkan diri mereka untuk diadzab oleh Allah.” (HR. Al Hakim 2/37, beliau menshahihkannya dan disetujui oleh Adz Dzahabi. Syaikh Al Albani menghasankan hadits ini dalam Ghayatul Maram fii Takhrij Ahaditsil Halal wal Haram hal. 203 nomor 344) Riba merupakan perantara untuk menjajah negeri Islam, oleh karenanya terdapat pepatah, الاستعمار يسير وراء تاجر أو قسيس “Penjajahan itu senantiasa berjalan mengikuti para pedagang dan tukang fitnah.” Kita pun telah mengetahui bagaimana riba dan dampak yang ditimbulkannya telah merajalela dan menguasai berbagai negeri kaum muslimin. Memakan riba merupakan sebab yang akan menghalangi suatu masyarakat dari berbagai kebaikan. Allah ta’ala berfirman, فَبِظُلْمٍ مِنَ الَّذِينَ هَادُوا حَرَّمْنَا عَلَيْهِمْ طَيِّبَاتٍ أُحِلَّتْ لَهُمْ وَبِصَدِّهِمْ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ كَثِيرًا . وَأَخْذِهِمُ الرِّبَا وَقَدْ نُهُوا عَنْهُ وَأَكْلِهِمْ أَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ وَأَعْتَدْنَا لِلْكَافِرِينَ مِنْهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, kami haramkan atas mereka (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah. Dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta benda orang lain dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih.” (QS. An Nisaa’: 160-161) Maraknya praktek riba sekaligus menunjukkan rendahnya rasa simpatik antara sesama muslim, sehingga seorang muslim yang sedang kesulitan dan membutuhkan lebih “rela” pergi ke lembaga keuangan ribawi karena sulit menemukan saudara seiman yang dapat membantunya. Maraknya praktek riba juga menunjukkan semakin tingginya gaya hidup konsumtif dan kapitalis di kalangan kaum muslimin, mengingat tidak sedikit kaum muslimin yang terjerat dengan hutang ribawi disebabkan menuruti hawa nafsu mereka untuk mendapatkan kebutuhan yang tidak mendesak. Tinggalkan Riba! Setelah memperhatikan berbagai dalil yang mengharamkan riba dan berbagai dampak negatif yang ditimbulkan olehnya, selayaknya kaum muslimin untuk menjauhi dan segera meninggalkan transaksi yang mempraktekkan riba. Bukankah keselamatan dan kesuksesan akan diperoleh ketika menaati Allah dan rasul-Nya. Ketahuilah tolok ukur kesuksesan bukan terletak pada kekayaan! Anggapan yang keliru semacam inilah yang mendorong manusia melakukan berbagai macam penyimpangan dalam agama demi mendapatkan kekayaan, walau itu diperoleh dengan praktek ribawi misalnya. Bukankah telah cukup laknat Allah dan rasul-Nya sebagai peringatan bagi kaum muslimin? Tentu akal yang sehat dan fitrah yang lurus akan menggiring pemiliknya untuk menjauhi dan meninggalkan transaksi ribawi. Suatu keanehan jika ternyata di antara kaum muslimin yang mengetahui keharaman dan keburukan riba kemudian nekat menjerumuskan diri ke dalamnya demi memperoleh bagian dunia yang sedikit, renungilah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut, درهم ربا يأكله الرجل وهو يعلم أشدُّ من ستٍّ وثلاثين زنية “Satu dirham yang diperoleh oleh seseorang dari transaksi riba sedangkan dia mengetahui, lebih besar dan buruk dosanya daripada melakukan perbuatan zina sebanyak 36 kali.” (HR. Ahmad 5/225. Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani mengatakan, “Sanad hadits ini shahih berdasarkan syarat syaikhain.” Lihat Silsilah Al Ahadits Ash Shahihah 2/29 nomor 1033. Syaikh Syu’aib Al Arnauth berkata dalam catatan kaki Syarhus Sunnah karya Al Baghawi 2/55, “Shahihul Isnad.” Demikianlah apa yang bisa kami hadirkan pada kesempatan kali ini. Semoga bermanfaat bagi kami pribadi dan kaum muslimin. Semoga Allah ‘azza wa jalla menolong kaum muslimin untuk terlepas dari jeratan riba dan beralih kepada bentuk-bentuk muamalah yang sesuai dengan syariat. Amin. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga beliau, para sahabat dan mereka yang berjalan di atas sunnahnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar