Jumat, 01 Mei 2015

Penjelasan Tentang Hukum Takfir para Wali Setan dan Hukum Orang yang Tidak Mengkafirkan Mereka


Allah berfirman:
وَلَقَدۡ بَعَثۡنَا فِي كُلِّ أُمَّةٖ رَّسُولًا أَنِ ٱعۡبُدُواْ ٱللَّهَ وَٱجۡتَنِبُواْ ٱلطَّٰغُوتَۖ ٣٦
“Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu” [QS. An-Nahl: 36].
Allah berfirman:
ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ يُقَٰتِلُونَ فِي سَبِيلِ ٱللَّهِۖ وَٱلَّذِينَ كَفَرُواْ يُقَٰتِلُونَ فِي سَبِيلِ ٱلطَّٰغُوتِ فَقَٰتِلُوٓاْ أَوۡلِيَآءَ ٱلشَّيۡطَٰنِۖ إِنَّ كَيۡدَ ٱلشَّيۡطَٰنِ كَانَ ضَعِيفًا ٧٦
“Orang-orang yang beriman berperang di jalan Allah dan orang-orang kafir berperang di jalan thaghut, maka perangilah para wali-wali setan, sesungguhnya tipu daya setan itu lemah” [QS. An-Nisa: 76].
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda:
( مَنْ قَالَ ” لا اله الا الله ” وَكَفَرَ بِمَا يُعْبَدُ مِنْ دُوْنِ اللهِ حَرُمَ مَالهُ وَدَمُهُ وَحِسَابَهُ عَلىَ اللهِ ) رواه مسلم
“Barang siapa yang mengatakan Laa ilaaha illallah dan mengingkari segala apa yang diibadahi selain Allah, maka haram hartanya dan darahnya, dan perhitungannya kepada Allah”. [HR. Muslim].
Syaikh Abdurrahman bin Hasan rahimahumallah berkata: “Seandainya seorang hamba mengetahui makna laa ilaaha illallah maka dia pasti mengetahui bahwa siapa yang ragu akan kekafiran orang yang menyekutukan Allah dengan selain-Nya, maka berarti dia belum kufur kepada thaghut”. [Fatawa al-A`immah an-Najdiah 3/60].
MUQADDIMAH
Segala puji bagi Allah, kita memuji-Nya, meminta pertolongan dan ampunan kepada-Nya, dan kita berlindung kepada Allah dari kejahatan diri kita dan dari keburukan amal-amal kita. Siapa yang diberi petunjuk oleh Allah maka tidak ada yang sanggup menyesatkannya, dan siapa yang Allah sesatkan maka tidak ada yang dapat memberinya petunjuk, aku bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak disembah kecuali Allah, dan aku bersksi bahwa Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya.
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱتَّقُواْ ٱللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِۦ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُم مُّسۡلِمُونَ ١٠٢
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benarnya takwa, dan janganlah sekali-kali dari kalian mati kecuali dalam keadaan muslim” [QS. Ali Imran: 102].
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ ٱتَّقُواْ رَبَّكُمُ ٱلَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفۡسٖ وَٰحِدَةٖ وَخَلَقَ مِنۡهَا زَوۡجَهَا وَبَثَّ مِنۡهُمَا رِجَالٗا كَثِيرٗا وَنِسَآءٗۚ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ ٱلَّذِي تَسَآءَلُونَ بِهِۦ وَٱلۡأَرۡحَامَۚ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلَيۡكُمۡ رَقِيبٗا ١
Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu [QS. An-Nisa: 1].
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱتَّقُواْ ٱللَّهَ وَقُولُواْ قَوۡلٗا سَدِيدٗا ٧٠ يُصۡلِحۡ لَكُمۡ أَعۡمَٰلَكُمۡ وَيَغۡفِرۡ لَكُمۡ ذُنُوبَكُمۡۗ وَمَن يُطِعِ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ فَقَدۡ فَازَ فَوۡزًا عَظِيمًا ٧١
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar. Niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar”. [QS. Al-Ahzab: 70-71].
Amma ba’du… maka sesungguhnya sebenar-benar perkataan adalah kitab Allah, dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam, dan seburuk-buruk perkara adalah perkara yang muhdats (dibuat-buat) dan setiap muhdats adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat dan setiap kesesatan adalah di neraka.
Sesungguhhnya masalah pengkafiran (takfir) thaghut dan pengikutnya adalah termasuk permasalahan asma` dan hukum-hukum, masalah-masalah ini termasuk masalah dien terpenting yang berhubungan dengan setiap urusan dunia dan akhirat. Mempelajari masalah ini merupakan salah satu hal yang paling wajib sebagaimana ditunjukkan oleh dalil-dalil kitab, sunnah dan ijma’. Maka saya memohon pertolongan kepada Allah dan saya tulis pembahasan ini sebagai bentuk pertolongan kepada tauhid dan ahlinya, dan sebagai pembelaan atas madzhab ahlussunnah wal jama’ah, dan sebagai tahridh (dorongan penyemangat) untuk mengkafirkan taghut dan pengikutnya, tentaranya, ulama-ulamanya yang menyesatkan, dan setiap yang menolong mereka, baik dengan bentuk perkataan dan perbuatan, dan sebagai penjelas atas kesesatan orang-orang yang sesat yang menamai para thaghut, tentara dan hambanya dari kalangan orang-orang murtad sebagai orang muslim dan muwahid, dan menuduh ahlut tauhid yang berpegang kepada kalimat laa ilaaha illallah dan mengkafirkan para pemimpin kekafiran dari para thaghut dan penolong mereka sebagai orang-orang yang ghuluw dan berlebihan, mereka menuduh secara dusta, dengan penuh kedzaliman dan permusuhan.
Dan hanya kepada Allah aku mengharap agar menjadikan tulisan ini sebagai sebab hidayah bagi orang-orang yang telah tersesat dari jalan kebenaran, dan membalas saya atasnya dengan akhir yang baik dan kesyahidan yang diterima di jalan-Nya, dalam keadaan maju dan bukan mundur, sesungguhnya Dia maha kuasa atas segala sesuatu.
Tulisan akan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut ini:
1. Apa makna thaghut, dan siapakah para pengikutnya?
2. Apa hukum thaghut dan apa hukum para pengikutnya?
3. Apakah kufur kepada thaghut adalah salah satu rukun dari dua rukun Laa ilaaha illallah?
4. Apakah takfir (memvonis kafir) thaghut dan pengikutnya merupakan syarat sah kufur kepada thaghut?
5. Apakah orang yang tidak mengkafirkan thaghut dan pengikutnya berarti telah terjatuh kepada salah satu dari 10 pembatal keislaman?
6. Apakah sah mengkafirkan secara mutlak tanpa ta’yin atas para tha`ifah mumtani’ah yang murtad?
7. Apa hukum seseorang yang tidak mengkafirkan para pengikut thaghut sebelum ditegakkan hujjah atasnya dan setelah ditegakkan hujjah?
PENGERTIAN THAGHUT
Pengertian thaghut secara bahasa: Thaghut merupakan pecahan kata dari Thughyan (berlebihan) dan melampaui batas.
Dan thaghut itu adalah: dukun dan setan. Bentuk jamaknya adalah thawaghit (طواغيت) dan thawwagh (طواغ) dan thaghiy seperti radhiy, mashdarnya thaghyan dan thughyanan, yang berarti melampaui ukuran, tinggi dan berlebihan dalam keingkaran, berlebihan dalam maksiat dan kedzaliman. Dan thaghiyyah berarti potongan dari segala sesuatu dan sekelompok dari generasi, thagiyah berarti: diktator, dungu dan sombong, dan orang yang keras.
Pengertian thaghut secara istilah: Imam Ath-Thabari rahimahullah ketika menjelaskan makna thaghut berkata: “Dia adalah semua yang melampaui batas kepada Allah, sehingga diibadahi selain-Nya, entah karena paksaan darinya kepada yang menyembahnya, atau karena ketaatan dari orang yang menyembah padanya, baik yang disembah ini adalah manusia, setan, berhala, patung, atau bentuk apapun dia”.
Imam Malik Rahimahullah berkata: “Thaghut adalah segala yang disembah dari selain Allah”. Dan Ibnu Katsir Rahimahullah berkata dalam menafsirkan firman Allah “Maka barangsiapa yang kufur kepada thaghut dan beriman kepada Allah maka sesungguhnya dia telah berpegang kepada tali buhul yang sangat kuat…” berkata Abu al-Qasim al-Baghawi, telah menceritakan kepada kami Abu Ruh al-Baladi, telah menceritakan kepada kami Abu Al-Ahwash Sallaam bin Sulaim dari Abu Ishaq, dari Hassaan – dia adalah Fa`id Al-‘Abbasi, berkata Umar Radhiyallahu anhu; “Sesungguhnya Jibt adalah sihir dan Thaghut adalah Setan”.
Berkata syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah: “Dan Thaghut adalah umum bagi setiap apa yang diibadahi selain Allah dan rela dengan peribadahan itu, baik dia yang diibadahi, diikuti, atau ditaati selain pada ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya, maka dia adalah thaghut”.
Ibnu Qayyim al-Jauziyyah Rahimahullah berkata menjelaskan makna thaghut: “Segala apa yang hamba melampaui batas padanya, baik itu yang diibadahi, diikuti atau ditaati, maka thaghut setiap kaum adalah yang mereka berhukum padanya dan tidak kepada Allah dan rasul-Nya, atau menyembahnya selain kepada Allah, atau mengikutinya tanpa ada bashirah dari Allah, atau menaatinya dalam hal yang mereka tidak ketahui bahwasanya ketaatan itu hanya kepada Allah, dan inilah thaghut-thaghut itu, yang jika engkau memperhatikannya dan memperhatikan keadaan manusia yang bersamanya maka engkau lihat kebanyakan mereka telah bergeser dari ibadah kepada Allah menuju ibadah kepada thaghut, dan dari tahakum kepada Allah dan Rasul menuju tahakum kepada thaghut, dan dari menaati-Nya dan menaati Rasul-Nya menuju ketaatan kepada para thaghut”.
PENGERTIAN PENGIKUT THAGHUT
Mereka adalah yang menyembah para thaghut dan mengalihkan ibadah kepada mereka, dalam jenis apa pun dari ibadah. Berarti; barangsiapa yang mengalihkan ibadah kepada thaghut maka dia termasuk pengikut thaghut dan termasuk Ahlu-thaghut, sama saja apakah dia bersujud kepada thaghut, atau berhukum kepadanya atau menaatinya dalam perkara selain ketaatan kepada Allah dan kepada Rasulnya Shallallahu Alaihi wa Sallam.
Telah berkata syaikh Sulaiman bin Sahman an-Najdi Rahimahullah: “Thaghut ada tiga macam: Thaghut ibadah, thaghut hukum, dan thaghut ketaatan dan mutaba’ah”. Maka siapa yang berhukum kepada thaghut secara ikhtiyar (bukan karena ikrah/paksaan) maka sesungguhnya dia telah mengalihkan ibadah tahakum kepada thaghut, dan dengan bentuk ibadah ini maka dia telah menjadi hamba thaghut. Maka siapa mengalihkan salah satu jenis dari jenis-jenis ibadah kepada thaghut, seperti orang yang bersujud kepada thaghut dan mengikutinya pada selain ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya, seperti orang yang menaati thaghut dalam mengharamkan apa yang Allah halalkan atau menghalalkan apa yang Allah haramkan maka dia telah menjadi hamba dan pengikut thaghut. Dan orang-orang yang yang menyembah thaghut dalam ibadah berupa ketaatan dan mutaba’ah, mereka inilah yang mengikuti thaghut hukum dan membentuk tha`ifah mumtani’ah murtad (kelompok murtad yang melindungi diri dengan kekuatan) yang kita ingin menjelaskan hukumnya dan hukum orang yang tidak mengkafirkan mereka dalam tulisan yang sekarang ada di hadapan kita.
Dan para pengikut thaghut yang membentuk kelompok mumtani’ah murtad adalah mereka para anggota tentara thaghut, para personil dinas intelijen dan informasi, para ulama menyesatkan dan semua yang menolong thaghut dengan perkataan dan perbuatan yang tidak termasuk dalam golongan di atas. Para tentara thaghut dan dinas intelijen dan keamanan adalah mereka yang menolong para thaghut dan menjaganya dan menjaga pemerintahan murtadnya yang berhukum dengan undang-undang buatan yang kafirr dan menggugurkan syari’at Allah, mereka rela menjadikan diri mereka sebagai tentara dan pembela para thaghut, menjaga singgasana mereka, dan berperang deminya, dan memerangi siapa saja yang akan berjihad melawan thaghut dan pemerintahan kufurnya.
Dan di antara pengikut thaghut adalah ulama su’ yang telah menjual agama mereka dengan dunia para thaghut, mereka membantu para thaghut dan mengeluarkan fatwa untuk mereka yang menyesatkan, menutup kekafiran mereka dan ke-thaghutan mereka dan memberikan kepada mereka dan kepada pemerintahan kafir dan murtad mereka label syariat islam dan mendorong manusia agar segera berbai’at, mendengar dan ta’at kepada mereka, memperingatkan agar tidak keluar dari ketaatan kepada mereka, dan berjihad melawannya.
HUKUM THAGHUT DAN PENGIKUTNYA
Ketahuilah wahai para ikhwah muwahidin bahwa para thaghut itu adalah orang-orang kafir dan Allah telah mewajibkan para hamba-Nya untuk kafir kepada thaghut, mengkafirkannya dan menjauhinya, serta menjadikan kufur kepada thaghut sebagai salah satu dari dua rukun “Laa ilaaha illallah”, di mana Allah berfirman:
لَآ إِكۡرَاهَ فِي ٱلدِّينِۖ قَد تَّبَيَّنَ ٱلرُّشۡدُ مِنَ ٱلۡغَيِّۚ فَمَن يَكۡفُرۡ بِٱلطَّٰغُوتِ وَيُؤۡمِنۢ بِٱللَّهِ فَقَدِ ٱسۡتَمۡسَكَ بِٱلۡعُرۡوَةِ ٱلۡوُثۡقَىٰ لَا ٱنفِصَامَ لَهَاۗ وَٱللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ ٢٥٦
“Tidak ada paksaan dalam memeluk agama (Islam), karena telah jelas antara jalan yang benar dan jalan yang sesat, maka barangsiapa yang kufur kepada thaghut dan beriman kepada Allah maka sesungguhnya dia telah berpegang dengan tali yang sangat kuat yang tidak akan terputus, dan Allah Maha Mendengar Maha Mengetahui” [QS. Al-Baqarah: 256].
Rabb kita telah menjelaskan kepada kita bahwa Dia telah mengutus kepada setiap umat seorang rasul yang menyeru mereka untuk menjauhi thaghut, di mana Dia berfirman:
وَلَقَدۡ بَعَثۡنَا فِي كُلِّ أُمَّةٖ رَّسُولًا أَنِ ٱعۡبُدُواْ ٱللَّهَ وَٱجۡتَنِبُواْ ٱلطَّٰغُوتَۖ ٣٦
“Dan sungguh telah Kami utus di tiap-tiap umat seorang rasul yang menyerukan sembahlah Allah saja oleh kalian dan jauhilah Thaghut” [QS. An-Nahl: 36].
Dan Allah Azza Wa Jalla berfirman tentang hukum orang yang tidak berhukum dengan hukum yang telah Allah turunkan:
وَمَن لَّمۡ يَحۡكُم بِمَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ فَأُوْلَٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡكَٰفِرُونَ ٤٤
“Dan barangsiapa yang tidak berhukum dengan apa yang Allah turunkan maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir” [QS. Al-Maidah: 44].
Dan Allah telah membeberkan keburukan orang-orang yang mengaku bahwa mereka telah beriman, dan dengan pengakuan ini mereka ingin berhukum kepada thaghut, padahal Allah telah memerintahkan mereka untuk kufur kepadanya dan mengkafirkannya. Allah berfirman:
أَلَمۡ تَرَ إِلَى ٱلَّذِينَ يَزۡعُمُونَ أَنَّهُمۡ ءَامَنُواْ بِمَآ أُنزِلَ إِلَيۡكَ وَمَآ أُنزِلَ مِن قَبۡلِكَ يُرِيدُونَ أَن يَتَحَاكَمُوٓاْ إِلَى ٱلطَّٰغُوتِ وَقَدۡ أُمِرُوٓاْ أَن يَكۡفُرُواْ بِهِۦ ٦٠
“Tidakkah engkau (Muhammad) memperhatikan orang-orang yang mengaku diri mereka telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan apa yang diturunkan sebelummu, mereka ingin berhukum kepada thaghut padahal mereka telah diperintahkan untuk mengingkarinya” [QS. An-Nisa: 60].
Dan Allah telah memberi tahukan kepada kita bahwa orang-orang yang menjauhi thaghut dan tidak memalingkan peribadahan kepadanya akan mendapat berita gembira. Allah berfirman:
وَٱلَّذِينَ ٱجۡتَنَبُواْ ٱلطَّٰغُوتَ أَن يَعۡبُدُوهَا وَأَنَابُوٓاْ إِلَى ٱللَّهِ لَهُمُ ٱلۡبُشۡرَىٰۚ فَبَشِّرۡ عِبَادِ ١٧
“Dan orang-orang yang menjauhi thaghut (yaitu) tidak menyembahnya dan kembali kepada Allah, mereka pantas mendapat kabar gembira, maka sampaikanlah kabar gembira kepada hamba-hamba-Ku” [QS. Az-Zumar: 17].
Dan thaghut sebagaimana yang telah kita fahami adalah segala apa yang disembah selain Allah dan dia ridha dengan ibadah yang dialihkan kepadanya, dan setiap thaghut adalah kafir tapi tidak sebaliknya, yaitu semua thaghut adalah kafir tapi tidak semua orang kafir itu adalah thaghut.
Dan hukum pengikut thaghut yang menyembah para thaghut, bahwasanya mereka adalah kafir musyrik, maka siapa yang menyembah thaghut dengan jenis ibadah apa pun maka dia adalah orang kafir dan musyrik, syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah mengatakan: “Dan jenis-jenis ibadah yang Allah telah perintahkan dengannya seperti Islam, iman dan ihsan, di antaranya adalah doa, khauf (takut), raja` (harap) tawakkal, raghbah (harap), khusyu’, khasyah (takut), inabah (kembali/bertaubat), isti’anah (meminta pertolongan), isti’adzah (meminta perlindungan), menyembelih, nadzar, dan lain sebagainya dari macam-macam ibadah yang telah Allah perintahkan seluruhnya hanya untuk Allah semata. Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala:
وَأَنَّ ٱلۡمَسَٰجِدَ لِلَّهِ فَلَا تَدۡعُواْ مَعَ ٱللَّهِ أَحَدٗا ١٨
“Dan sesungguhnya masjid-masjid adalah untuk Allah maka janganlah engkau menyembah apa pun di dalamnya selain Allah” [QS. Al-Jin: 18] maka barangsiapa mengalihkan salah satu dari itu semua kepada selin Allah maka dia musyrik lagi kafir. Dan dalilnya adalah firman Allah Ta’ala: “Maka barangsiapa yang menyembah bersama Allah sesembahan yang lain, maka tidak ada petunjuk baginya dan perhitungannya di sisi Rabbnya, sesungguhnya tidak akan beruntung orang-orang yang kafir”.
Dan para pengikut thaghut yang membentuk dengannya kelompok mumtani’ah murtad, maka hukum setiap individu dari mereka adalah kafir musyrik, hukumnya sama dengan thaghutnya yang disembahnya selain Allah, walaupun dia dulu adalah seorang muslim, dan telah jelas dalil-dalil syar’i atas hukum ini dari kitabullah, sunnah rasulullah, ijma’ para shahabat dan juga qiyas, syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah berkata: “Maka ketahuilah bahwa dalil-dalil atas takfir seorang muslim yang shalih, apabila dia menyekutukan Allah, atau bersama kaum musyrikin (memerangi) orang-oang muwahid – walau dia tidak berbuat syirik – adalah sangat banyak untuk bisa dihitung, baik dari firman Allah, sabda Rasulullah, atau perkataan para ahlil ilmu seluruhnya”.
Dan saya akan mulai memaparkan dalil-dalil syar’i dari kitabullah, sunnah rasul-Nya, ijma’ para shahabat dan dalil qiyas atas kekafiran individu kelompok-kelompok mumtani’ah murtad secara ta’yin.
PERTAMA: DALIL-DALIL DARI KITABULLAH
1. Allah berfirman:
ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ يُقَٰتِلُونَ فِي سَبِيلِ ٱللَّهِۖ وَٱلَّذِينَ كَفَرُواْ يُقَٰتِلُونَ فِي سَبِيلِ ٱلطَّٰغُوتِ فَقَٰتِلُوٓاْ أَوۡلِيَآءَ ٱلشَّيۡطَٰنِۖ إِنَّ كَيۡدَ ٱلشَّيۡطَٰنِ كَانَ ضَعِيفًا ٧٦
“Orang-orang yang beriman berperang di Jalan Allah, dan orang-orang kafir berperang di jalan thaghut, maka perangilah para wali setan, sesungguhnya tipu daya setan itu lemah” [QS. An-Nisa: 76].
Imam ahli tafsir Ibnu Jarir Ath-Thabari rahumahullah berkata tentang tafsir ayat ini: “Orang-orang yang membenarkan Allah dan Rasul-Nya, dan yakin dengan janji Allah atas ahlul Iman, mereka berperang di jalan Allah”. Dia berkata: di dalam ketaatan kepada Allah dan minhaj agama dan syariat-Nya yang telah disyariatkan kepada hamba-Nya, dan orang-orang yang mengingkari keesaan Allah dan mendustakan Rasul-Nya dan apa yang dibawanya dari sisi Rabbnya “Mereka berperang di jalan thaghut”, yakni dalam mentaati setan, di jalannya dan manhajnya yang telah disyariatkan oleh setan kepada wali-walinya dari kalangan orang-orang yang kafir kepada Allah. Allah berfirman untuk menguatkan azzam kaum yang beriman kepada-Nya dari kalangan shahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mendorong (tahridh) mereka atas musuh-musuh-Nya dan musuh-musuh agama dari kalangan ahli syirik ‘maka perangilah oleh kalian – wahai orang-orang beriman –para wali-wali setan, yakni orang-orang yang berwali kepadanya dan menaati perintahnya, dalam menyelisihi ketaatan kepada Allah dan mendustakan-Nya dan menolong setan.
“Sesungguhnya tipu daya setan itu lemah”, yakni dengan tipu dayanya: apa yang dengannya mereka menipu kaum mukminin, berupa membentuk barisan dengan wali-walinya dari kalangan orang-orang yang kafir kepada Allah dalam memerangi rasul-Nya dan wali-wali-Nya dari kalangan ahlul Iman, Dia berfirman: “Maka janganlah kalian takut terhadap wali-wali setan, karena sesungguhnya mereka, golongannya dan penolongnya, dan hizbusy-syaithan adalah kaum yang lemah, dan tidaklah Allah menyifati mereka dengan lemah karena mereka berperang tidak untuk mengharap pahala, dan tidak meninggalkan perang karena takut hukuman, namun mereka berperang tidak lain karena hamiyah (semangat) dan dengki terhadap kaum mukminin karena apa yang Allah karuniakan kepada mereka berupa kemuliaan, sedangkan orang yang beriman berperang karena mengharap pahala yang besar dari Allah Ta’ala, dan meninggalkan perang – jika mereka meninggalkannya – karena takut dari ancaman Allah jika meninggalkannya.
Dan dia berperang di atas bashirah yang diperoleh dari sisi Allah jika terbunuh, dan juga dengan kemenangan dan ghanimah jika selamat. Sedangkan orang kafir berperang di atas kekhawatiran dari kematian dan putus asa dari tempat kembali, sehingga dia lemah dan takut”.
Ketahuilah, semoga Allah merahmatimu, bahwa ayat Al-Quran yang mulia ini, adalah pokok besar atas takfir semua yang berperang di barisan thaghut, dan hukum takfier dalam ayat ini umum mencakup setiap individu dari kelompok yang berperang di jalan thaghut, perang dengan berbaga jenisnya, baik perkataan atau perbuatan, dan sungguh Allah telah mengkafirkan dalam ayat ini dan menyebut mereka “orang-orang kafir” dan mensifati mereka sebagai wali-wali setan dan mendorong kaum mukminin untuk memerangi mereka dan jelas bahwa orang mukmin dan muslim bukanlah wali-wali setan.
2. Allah berfirman:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تَتَّخِذُواْ ٱلۡيَهُودَ وَٱلنَّصَٰرَىٰٓ أَوۡلِيَآءَۘ بَعۡضُهُمۡ أَوۡلِيَآءُ بَعۡضٖۚ وَمَن يَتَوَلَّهُم مِّنكُمۡ فَإِنَّهُۥ مِنۡهُمۡۗ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَهۡدِي ٱلۡقَوۡمَ ٱلظَّٰلِمِينَ ٥١
“Hai orang-orang yang beriman janganlah kalian menjadikan orang-orang Yahudi dan Nashrani sebagai penolong-penolong (wali), sebagian mereka adalah penolong bagi sebagian yang lain, maka barangsiapa dari kalian yang menjadikan mereka penolong maka dia termasuk dari mereka, sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk orang-orang yang zhalim” [QS. Al-Maidah: 51].
Ayat yang mulia ini menjadi dalil atas kafirnya setiap yang menjadikan orang-orang kafir sebagai wali (wala). Abu Muhammad ibn Hazm al-Andalusi rahimahullah berkata dalam menafisrkan ayat ini: “Benar bahwa firman Allah ‘Maka barangsiapa dari kalian yang menjadikan mereka sebagai penolong maka dia termasuk dari mereka’ itu adalah sesuai zhahirnya, bahwa dia kafir dan termasuk golongan orang yang kafir, dan ini adalah al-haq yang tidak diperselisihkan bahkan oleh dua orang kaum muslimin”.
Dan telah berkata sebaian ulama Nejed: “Perkara yang ke tiga, di antara yang mewajibkan jihad terhadap siapa yang disifati dengannya, dari memperkuat orang-orang musyrik dan menolong mereka dalam memerangi kaum muslimin, dengan tangan atau lisan, atau hati dan harta, ini adalah kekafiran yang mengeluarkan dari Islam, maka siapa yang menolong kaum musyrikin (dalam memerangi) kaum muslimin, mengulurkan hartanya untuk membantu mereka dalam memerangi kaum muslimin secara ikhtiyar (tidak dipaksa) maka dia telah kafir”.
Dan syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah telah menjadikan ayat ini sebagai dalil untuk mengkafirkan setiap yang membantu orang-orang kafir atas kaum muslimin, dan memasukkan pertolongan terhadap orang kafir dan musyrik dalam memerangi orang Islam sebagai salah satu dari sepuluh pembatal keislaman. Berkata syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dalam pembata keislaman; “Delapan: menolong orang-orang musyrik dan bekerjasama dengan mereka terhadap kaum muslimin, dalilnya adalah firman Allah Ta’ala: “Hai orang-orang yang beriman janganlah kalian menjadikan orang-orang Yahudi dan Nashrani sebagai penolong-penolong (wali), sebagian mereka adalah penolong bagi sebagian yang lain, maka barangsiapa dari kalian yang menjadikan mereka penolong maka dia termasuk dari mereka, sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk orang-orang yang zhalim” [QS. Al-Maidah: 51].
Dan jelas bahwa para pengikut thaghut adalah orang yang paling kuat pertolongannya dan bantuannya terhadap orang-orang kafir (dalam memerangi) kaum muslimin yang lemah.
3. Allah berfirman:
وَقَدۡ نَزَّلَ عَلَيۡكُمۡ فِي ٱلۡكِتَٰبِ أَنۡ إِذَا سَمِعۡتُمۡ ءَايَٰتِ ٱللَّهِ يُكۡفَرُ بِهَا وَيُسۡتَهۡزَأُ بِهَا فَلَا تَقۡعُدُواْ مَعَهُمۡ حَتَّىٰ يَخُوضُواْ فِي حَدِيثٍ غَيۡرِهِۦٓ إِنَّكُمۡ إِذٗا مِّثۡلُهُمۡۗ إِنَّ ٱللَّهَ جَامِعُ ٱلۡمُنَٰفِقِينَ وَٱلۡكَٰفِرِينَ فِي جَهَنَّمَ جَمِيعًا ١٤٠
“Dan sungguh kami telah menurunkan kepada kalian (ketentuan) di dalam kitab (al-Quran) bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olok (oleh orang-orang kafir), maka janganlah kamu duduk dengan mereka, sebelum mereka memasuki pembicaraan lain, karena (kalau tetap duduk bersama mereka), tentulah kalian serupa dengan mereka. Sungguh Allah akan mengumpulkan semua orang-orang munafik dan orang-orang kafir di neraka jahannam.” [QS. An-Nisa: 140].
Di dalam ayat al-Quran yang mulia ini, Allah menghukumi orang-orang yang duduk bersama orang-orang yang mengingkari ayat-ayat Allah dan mengolok-oloknya, tanpa mengingkari dan meninggalkannya, dan tanpa paksaan, dengan vonis kekafiran. Dan ini adalah jelas dan terang ketika Allah menyatakan “tentulah kalian serupa dengan mereka”. Maka kita bertanya, apabila duduk bersama orang-orang kafir tersebut yang mengolok-olok ayat-ayat Allah adalah kafir, maka bagaimana dengan orang yang menjadi sebab bagi langgengnya kekufuran dan mengolok-olokan ayat-ayat Allah ini? Bagaimana dengan orang yang memerangi, membunuh dan mengepung setiap orang yang ingin menghilangkan kekufuran dan pengolok-olokkan ayat-ayat Allah ini? Jika sekedar duduk-duduk dengan orang-orang kafir tersebut (di saat sedang lakukan kekafiran) adalah sebab kemurtadan dan kekufuran, lalu bagaimana lagi dengan orang yang lebih dari sekedar duduk tapi justru melakukan pembelaan dan bahkan menyerang orang yang ingin melepaskannya, yaitu melepaskan thaghut dan hukum kafirnya.
Maka ini tidak lagi ada yang meragukan kekafirannya kecuali orang yang sesat yang tidak mengerti makna kufur kepada thaghut. Maka renungkanlah wahai saudara muwahhid, bahwa para anshar thaghut itu tidak saja sekedar duduk-duduk bersama thaghut mereka, bahkan mereka menjadikan di pundak mereka penjagaan atasnya dan atas hukum kafirnya, bahkan berperang untuk membelanya. Berkorban dengan hidup mereka di jalannya, anshar thaghut adalah mereka yang menguatkan singgasana thaghut, mereka yang melaksanakan perintah-perintah thaghut dan menjalankan peraturan-peraturannya yang kafir yang itu semua adalah kufur dan mengolok-olok ayat-ayat Allah, jadi mereka lebih utama untuk kita hukumi dengan vonis kafir dan murtad, mereka adalah kafir murtad lagi muharib (memerangi), kemurtadan mereka adalah kemurtadan mughalazhah (berat).
4. Allah berfirman:
وَلَا تَأۡكُلُواْ مِمَّا لَمۡ يُذۡكَرِ ٱسۡمُ ٱللَّهِ عَلَيۡهِ وَإِنَّهُۥ لَفِسۡقٞۗ وَإِنَّ ٱلشَّيَٰطِينَ لَيُوحُونَ إِلَىٰٓ أَوۡلِيَآئِهِمۡ لِيُجَٰدِلُوكُمۡۖ وَإِنۡ أَطَعۡتُمُوهُمۡ إِنَّكُمۡ لَمُشۡرِكُونَ ١٢١
“Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan. Sesungguhnya syaitan itu membisikkan kepada kawan-kawannya agar mereka membantah kamu; dan jika kamu menuruti mereka, sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang-orang yang musyrik.” [QS. Al-An’am: 121].
Ibnu katsir rahimahullah berkata: Ibnu Juraij berkata, ‘Amrr ibnu Dinar berkata, dari ‘Ikrimah: Bahwasanya orang-orang musyrik Quraisy berkirim surat dengan orang-orang Persia atas orang-orang Romawi, dan mereka menulis kepada orang Persia, dan orang Persia menulis kepada orang-orang Musyrik Quraisy: “Sesungguhnya Muhammad dan teman-temannya mengaku bahwa mereka mengikuti perintah Allah, tapi apa yang Allah sembelih dengan pisau dari emas Muhammad dan teman-temannya tidak mau memakannya, karena itu bangkai, sedangkan apa yang mereka sembelih sendiri mereka makan.” Maka orang-orang Musyrik menulis hal ini kepada para shahabat radhiyallahu anhum, sehingga terjadilah pada sebagian manusia dari kalangan kaum muslilin sesuatu di hati mereka, maka Allah menurunkan ayat: “Sesungguhnya itu adalah perbuatan fasik dan sesungguhnya setan mewahyukan …” dan juga menurunkan: “Sebagian dari mereka saling membisikkan kepada yang lain perkataan yang indah yang menipu”. As-Suddiy berkata di dalam menafsirkan ayat ini: “Sesungguhnya orang-orang musyrik berkata kepada orang-orang yang beriman: ‘Bagaimana kalian mengaku bahwa kalian mengikuti keridhoan Allah, apa yang disembelih oleh Allah kalian tidak memakannya, sedangkan apa yang disembelih oleh kalian maka kalian memakannya? Maka Allah berfirman “Dan jika kalian mentaati mereka” dengan mamakan bangkai “Maka sesungguhnya kalian adalah termasuk orang yang menyekutukan Allah”. Ini adalah perkataan Mujahid, Adh-Dhahhak dan bukan hanya pendapat satu orang ulama salaf – rahimahumullah.
Dan firman Allah “Dan jika kalian mentaati mereka maka kalian termasuk orang yang menyekutukan Allah”, yaitu di mana kalian menyimpang dari perintah Allah kepada kalian dan dari apa yang disyariatkan menuju kepada perkataan selainnya, dan kalian mendahulukan itu dari perintah-Nya, maka ini adalah syirik, sebagaimana firman Allah: “Mereka menjadikan rahib-rahib dan pendeta mereka sebagai tandingan selain Allah” [QS. At-Taubah: 31].
Dan ayat Al-Quran yang mulia ini merupakan dalil atas kafirnya para pengikut thaghut, yakni mereka yang mengikuti thaghut dan mentaatinya atas penghalalan apa yang Allah haramkan dan pengharaman apa yang Allah halalkan.
Jika kita perhatikan para anshar dan pengikut thaghut mereka tidak saja mentaati dan mengikuti thaghut atas penghalalan apa yang Allah haramkan dan pengharaman apa yang Allah halalkan, bahkan mereka itu berperang untuk membela dan melindunginya, mengharuskan manusia dengan kekuatan dan besi untuk taat kepada undang-undang kufur yang menghalalkan apa yang haram dan mengharamkan apa yang halal.
Maka pengikut thaghut itu, karena pengikutan mereka dan ketaatan mereka terhadap thaghut, maka mereka kafir kepada Allah dan mereka adalah orang-orang kafir dan musyrik.
5. Allah berfirman:
إِنَّ فِرۡعَوۡنَ وَهَٰمَٰنَ وَجُنُودَهُمَا كَانُواْ خَٰطِ‍ِٔينَ ٨
“Sesungguhnya Fir´aun dan Haman beserta tentaranya adalah orang-orang yang bersalah” [QS. Al-Qashash: 8].
Dalam ayat ini kita melihat bahwa Allah Ta’ala jadikan hukum Fir’aun dan Haman dan tentara-tentara mereka berdua menjadi satu, mereka semua sama hukumnya, tidak membedakan antara para thaghutnya, pengikutnya, komandannya dan prajuritnya, dan Dia menghukum mereka dengan satu hukuman dan menenggelamkan mereka semua ke dalam lautan. Allah berfirman: “Kepada mereka dinampakkan neraka pada pagi dan petang, dan pada hari terjadinya Kiamat. (Dikatakan kepada malaikat): “Masukkanlah Fir´aun dan kaumnya ke dalam azab yang sangat keras”[QS. Ghafir: 46].
6. Allah berfirman:
ٱللَّهُ وَلِيُّ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ يُخۡرِجُهُم مِّنَ ٱلظُّلُمَٰتِ إِلَى ٱلنُّورِۖ وَٱلَّذِينَ كَفَرُوٓاْ أَوۡلِيَآؤُهُمُ ٱلطَّٰغُوتُ يُخۡرِجُونَهُم مِّنَ ٱلنُّورِ إِلَى ٱلظُّلُمَٰتِۗ أُوْلَٰٓئِكَ أَصۡحَٰبُ ٱلنَّارِۖ هُمۡ فِيهَا خَٰلِدُونَ ٢٥٧
“Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah syaitan, yang mengeluarkan mereka daripada cahaya kepada kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya”.[QS. Al-Baqarah: 257]
Ibnu Katsir rahimahullah ketika menafsirkan ayat mulia ini berkata: “Allah mengabarkan bahwa Dia memberi petunjuk siapa yang mengikuti keridhoannya menuju jalan keselamatan, dan mengeluarkan hamba-hamba yang beriman dari kegelapan kekufuran, keraguan dan kebimbangan menuju kepada cahaya kebenaran yang terang dan jelas dan mudah, dan sesungguhnya orang-orang kafir wali-wali mereka tidak lain adalah setan, yang menghiasi kebodohan dan kesesatan yang ada pada mereka, dia mengeluarkan mereka dan menyimpangkannya dari jalan kebenaran menuju kekufuran dan kedusataan “Mereka itulah penduduk neraka, dan mereka kekal di dalamnya”.
Para pengikut thaghut, tentara mereka dan ansharnya, mereka adalah para wali thaghut dan wali setan, dan para wali thaghut dan wali setan adalah orang-orang kafir dan bukan muslim.
DALIL-DALIL DARI AS-SUNNAH ATAS KAFIRNYA PARA PENGIKUT THAGHUT
1. Dari Abu Malik al-Asyja’i dari ayahnya radhiyallahu anhuma dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda:
من قال لا اله الا الله وكفر بما يعبد من دون الله حرم ماله ودمه وحسابه على الله
Artinya: “Barangsiapa mengucapkan ‘Laa ilaaha illallah’ dan ingkar terhadap segala apa yang diisembah selain Allah, maka haramlah hartanya dan darahnya, dan perhitungannya ada pada Allah”.
Syaikh Abdurrahman bin Hasan berkata: “Sabda Nabi shallallahu alahi wa sallam “Barangsiapa yang mengucapkan laa ilaaha illallah dan kufur kepada apa yang diibadahi selain Allah”, ketahuilah bahwa Nabi shallallahu alaihi wasallam menggantungkan perlindungan harta dan darah kepada dua hal di dalam hadits ini:
Pertama: Mengucapkan “Laa ilaaha illallah” yang berasal dari ilmu dan keyakinan, sebagaimana ini diikat di dalam hadits-hadits sebelumnya yang telah lalu.
Kedua: Kufur kepada apa yang diibadahi selain Allah, dan tidak mencukupkan dengan lafazh saja tanpa makna, tetapi harus dengan perkataan dan amal dengannya. Dan beliau – rahimahullah – berkata: “Dan sabdanya: ‘Maka haramlah hartanya dan darahnya dan perhitungannya ada pada Allah’ terdapat dalil bahwa tidak ada pengharaman terhadap harta dan darah kecuali jika seseorang telah mengucapkan Laa ilaaha illallah dan kufur terhadap apa yang diibadahi selain Allah, jika dia mengucapkannya namun tidak kufur terhadap apa yang diibadahi selain Allah maka harta dan darahnya halal karena belum mengingkari kesyirikan dan kufur terhadapnya, dan tidak menafikannya sebagaimana Laa ilaaha illallah menafikannya, maka renungkanlah hal ini karena di dalamnya ada manfaat yang agung”.
Maka para pengikut thaghut, bukannya mereka kufur kepada thaghut namun sebaliknya justru mereka beriman dan menyembahnya, mendekatkan diri kepadanya dan menjadi tentara, pembantu dan penjaganya, membentuk kelompok mumtani’ah, mereka tidak kufur kepada thaghut dan tidak beriman kepada Allah, tidak berpegang kepada ‘Laa ilaaha illallah’ sehingga tidak haram harta dan darahnya dan mereka bukan orang islam namun mereka kafir murtad, dan hadits mulia ini merupakan dalil atas kekafiran para pengikut thaghut dan ansharnya.
2. Diriwayatkan oleh Imam Muslim rahimahullah di dalam shahihnya, telah berkata kepadaku Zuhair bin Harb dan Ali bin Hujr As-Sa’di (dan lafazhnya milik Zuhair), mereka berdua berkata: telah berkata kepada kami Ismail bin Ibrahim , berkata kepada kami Ayub dari Abu Qilabah dari Abu al-Muhallab dari Imran bin Hushain berkata: “Bani Tsaqif adalah sekutu Bani ‘Aqil, Tsaqif menyandera dua orang dari shahabat Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, dan para shahabat Rasulullah menyandera seorang laki-laki dari Bani ‘Aqil, dan mereka juga mendapatkan untanya yang bernama ‘Adhba`, lalu Rasulullah shallalahu alaihi wa sallam mendatanginya sedangkan dia dalam keadaan diikat, tawanan itu berkata: “Ya Muhammad”, maka beliau mendatanginya: “Apa keperluanmu?” Dia berkata: “Dengan apa engkau mengambilku dan dengan apa engkau mengambil kendaraan untuk haji”. Beliau menjawab (dalam rangka penganggapan besar masalah kepadanya): “Aku mengambilmu sebagai balasan atas perbuatan sekutumu Bani Tsaqif”, kemudian beliau beranjak dan orang itu kembali memanggil; “Hai Muhammad, hai Muhammad”. Dan Rasulullah adalah orang yang paling penyayang dan lembut, maka beliau kembali kepadanya dan bertanya: “Apa keperluanmu?”. Orang itu menjawab: “Aku seorang muslim”. Rasulullah menjawab; “Jika engkau mengatakannya sedangkan engkau memiliki urusanmu (tidak dalam keadaan ditawan_pent) maka engkau akan sangat beruntung” kemudian beliau berpaling dan orang itu kembali memanggilnya, “Ya Muhammad”, Maka beliau menjawab; “Apa keperluanmu?” orang itu menjawab: “Aku lapar, berilah aku makan, aku haus maka berilah aku minum”. Beiau menjawab; “Ini kebutuhanmu”. Orang itu kemudian ditebus dengan dua orang”.
Syahid (sisi pengambilan dalil) dari hadits ini adalah; bahwa laki-laki dari Bani ‘Aqil setelah dia ditawan dia mengaku sebagai seorang muslim di hadapan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dan beliau tidak menerima pengakuan namun tetap memperlakukannya sebagaimana perlakuan kepada seorang musyrik, sebagaimana ditunjukkan dalam hadits bahwa laki-laki ini kemudian ditebus dengan dua laki-laki muslim yang ditawan oleh Bani Tsaqif, dan ini adalah dalil atas kafirnya setiap individu dari thaifah mumtani’ah murtad.
3. Hadits penawanan Abbas radhiyallahu anhu ketika beliau jatuh menjadi tawanan dalam perang Badar, di mana ketika itu beliau keluar bersama barisan orang-orang musyrik, dan ketika Rasulullah meminta tebusan akan dirinya, Abbas mengatakan bahwa dia adalah seorang muslim dan keluar karena dipaksa oleh orang-orang musyrik, namun Rasulullah tidak menerima perkataannya itu dan memperlakukannya sebagaimana mu’amalah kepada orang kafir, dan mengambil darinya tebusan sebagaimana kepada tawanan yang lain.
Ibnu Hajar al-Asqalani rahimahullah berkata; Diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq dari hadits Ibnu Abbas: Bahwasanya nabi Shallallahu alalihi wa sallam berkata; “Ya Abbas, tebuslah dirimu dan dua anak saudaramu; Aqil bin Abi Thalib dan Naufal bin Harits, dan sekutumu Utbah bin Amr, karena sesungguhnya engkau orang yang kaya. Abbas menjawab; “Sesungguhnya aku seorang muslim, dan orang-orang memaksaku (untuk ikut berperang_pent)”, Rasulullah menjawab; “Allah lebih tahu dengan apa yang engkau katakan, jika perkataanmu benar maka Allah akan membalasmu, akan tetapi zhahir urusanmu adalah engkau menyerang kami”. Musa bin Uqbah menyebutkan bahwa tebusan setiap orang dari mereka empat puluh uqiyah, dan Abbas seratus uqiyah dan Aqil delapan puluh”.
Hadits ini menjad dalil atas kafirnya setiap individu thaifah mumtani’ah murtad.
DALIL IJMA’ ATAS KAFIRNYA INDIVIDU THAIFAH MUMTANI’AH MURTADDAH
Ketahuillah, semoga Allah merahmatimu, bahwa kekafiran pengikut thaghut, dari kalangan kelompok mumtani’ah murtaddah telah ada dalam ijma’, para shahabat telah sepakat atas kafirnya kelompok-kelompok murtaddah yang murtad pasca wafatnya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, dan tidak membedakan antara pemimpin mereka dan pengikutnya dalam takfir dan dalam memerangi mereka dan menawan wanita-wanita mereka, mengambil harta mereka, bahkan memerangi mereka sebagaimana memerangi orang murtad dan memperlakukan mereka semua dengan sama.
1. Ijma’ shahabat atas kafirnya orang-orang yang enggan membayar zakat.
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah berkata:
“Dan di antara hal terbesar yang bisa mengurai masalah takfir dan perang dari orang-orang yang menginginkan kebenaran adalah ijma’ para shahabat untuk diperanginya orang-orang yang enggan membayar zakat dan memasukkan mereka sebagai ahlu riddah, menawan keluarga mereka dan memperlakukan mereka sebagaimana yang shahih dinukil dari mereka, dan ini adalah perang pertama di dalam Islam atas orang yang mengaku sebagai kaum muslimin, dan ini adalah perang pertama yang terjadi di dalam Islam terhadap orang-orang jenis ini, maksudku orang-orang yang mengaku muslim, dan dia adalah kejadian paling jelas yang terjadi tentang sikap para ulama dari masa sahabat hingga waktu sekarang”. Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab juga menukil bahwa Syaikhul Islam Ibnu Taimiah menukil ijma tentang kafirnya orang-orang yang enggan membayar zakat:
“Berkata Abu al-Abbas: dalam pembahasan kafirnya orang yang enggan membayar zakat, para sahabat tidak pernah bertanya; ‘apakah engkau mengakui akan wajibnya atau mengingkarinya’, dan ini tidak terjadi di masa khulafaur rasyidin dan shahabat, namun Abu Bakar ash-Shiddiq jusru mengatakan kepada Umar radhiyallahu anhuma; “Seandainya mereka enggan memberikan walau seutas tali atau seekor binatang yang dulu mereka serahkan kepada Rasulullah shallahu alaihi wa sallam maka tentulah aku perangi mereka karena keengganan mereka”. Beliau menjadikan sebab dibolehkannya mereka diperangi adalah hanya karena keengganan bukan karena mengingkari kewajibannya, dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa ada sekelompok dari mereka yang meyakini wajibnya namun enggan membayarnya karena bakhil, dan walau demikian sikap para khalifah seluruhnya adalah sama, satu sikap, yaitu dengan memerangi mereka, menawan istri-istri mereka dan menjadikan ghanimah harta-harta mereka, dan bersaksi bahwa orang yang terbunuh dari mereka adalah penghuni neraka dan menamai mereka semua sebagai ahlu-riddah, dan di antara keutamaan terbesar Ash-Shiddiq radhiyallahu anhu di sisi mereka adalah ketika dia diteguhkan oleh Allah untuk memerangi mereka dan tidak tawaqquf sebagaimana para sahabat yang lain pernah tawaqqufi dan mengajaknya bertukar fikiran untuk menarik keputusannya, adapun peperangan terhadap orang-orang yang menetapkan kenabian Musailamah maka tidak pernah terjadi perselisihan di antara para sahabat.
Maka perhatikanlah perkataan beliau dalam mengkafirkan secara mu’ayan dan persaksian atas orang yang terbunuh dari mereka dengan neraka, menawan wanita-wanita mereka dan anak-anak mereka di saat mereka enggan membayar zakat, dan inilah orang yang dinisbatkan oleh para musuh agama bahwa beliau tidak melakukan takfir muayyan.
Beliau rahimahullah mengatakan setelah itu bahwa kafirnya mereka dan masuknya mereka ke dalam golongan ahlur-riddah telah tetap sesuai kesepakatan para sahabat, yang ini disandarkan kepada nash-nash al-Quran dan as-Sunnah.
2. Dalil ke-dua dari ijma’ tentang takfir pengikut thaghut dalam kelompok mumtani’ah murtaddah secara ta’yin.
Berkata syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah: Sesungguhnya orang-orang murtad berbeda dalam kemurtadan mereka, di antara mereka ada yang mendustakan Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam dan kembali menyembah berhala dengan mengatakan jika dia benar seorang Nabi tentu tidak akan mati, sebagian mereka ada yang tetap di atas syahadatain, namun mengakui kenabian Musailamah, karena mereka mengira bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam mengikut sertakannya di dalam kenabian, karena Musailamah mengangkat banyak saksi palsu tentang hal itu, sehingga kebanyakan manusia mempercayainya, namun begitu para ulama tetap sepakat akan kemurtadan mereka walau mereka bodoh akan hal itu, dan siapa yang ragu akan kekafiran mereka maka dia telah kafir.
Dan berkata Syaikh Ali Hudhair – semoga Allah membebaskannya: “Para sahabat sepakat atas kafirnya Musailamah dan pengikutnya secara ta’yin dan tidak mengudzur dengan kebodohan mereka lantaran Musailamah mengaku bahwa dia sekutu Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam dalam kenabian.
3. Dalil ke-tiga dari ijma’ tentang takfir pengikut thaghut dalam kelompok mumtani’ah murtaddah secara ta’yin.
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab menukil ijma’ para shahabat di zaman Utsman akan kafirnya jama’ahi masjid yang disebutkan ucapan prihal kenabian Musailamah walaupun mereka tidak mengikutinya, hanya saja para shahabat berselisih tentang diterimanya taubat mereka atau tidak.
DALIL KEEMPAT AKAN KAFIRNYA PENGIKUT THAGHUT SECARA TA’YIN: QIYAS.
Telah maklum bahwa pengertian qiyas adalah mempertemukan hukum suatu hal yang tidak ditunjukkan hukumnya secara nash dengan sesuatu yang memiliki hukum secara nash karena adanya kesamaan di dalam ‘illah (alasan) hukum tersebut, atau menyamakan hukum suatu kejadian yang tidak ditunjukkan hukumnya di dalam nash dengan kejadian yang ditunjukkan hukumnya di dalam nash karena adanya kesamaan antara dua kejadian itu di dalam ‘illah hukum.
Walaupun masalah yang kita tulis dalam pembahasan ini telah jelas dalilnya secara syar’I di dalam kitab dan sunnah dan ijma’ namun secara qiyas dia juga memliki dalil.
Maka tentara para thaghut dan ansharnya diqiyaskan hukumnya dengan hukum para pengikut Musailamah al-Kadzdzab, ketika para sahabat sepakat akan kekafiran mereka secara ta’yin dan tidak tidak berselisih akan kekafiran mereka. Jika ada yang membantah bahwa pengikut Musailamah beriman bahwa Musailamah adalah seorang Nabi dan mengangkatnya ke atas tingkatan Nabi, maka kita jawab; bagaimana dengan orang yang mengangkat thaghut kepada tingkatan Allah, maka mengkafirkannya tentu lebih utama. Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab berkata:
“Maka dikatakan juga; Mereka para sahabat Rasulullah telah memerangi Bani Hanifah, padahal mereka dahulu telah masuk Islam bersama Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, mereka bersaksi Laa Ilaah Illallah dan Muhammad ‘abduhu wa Rasulullah, mengumandangkan adzan dan shalat, jika dikatakan bahwa mereka mengatakan Musailamah adalah Nabi, maka kami jawab; justru inilah intinya, jika ada yang mengangkat seseorang kepada tingkatan Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, maka dia kafir dan halal darah dan hartanya, dan syahadat dan shalatnya tidak bermanfaat, maka bagaimana dengan orang yang mengangkat Syamsan, atau Yusuf, atau seorang Shahabat atau seorang Nabi kepada derajat Allah penguasa langit dan bumi? Maha Suci Allah alangkah besar urusan ini: “Begitulah Allah menutup hati orang-orang yang tidak mengetahui” [QS. Ar-Rum: 59].
Dan telah berkata syaikh Ali Hudhair – fakkallahu asrah: “Pasal ke-tujuh dalam penyebutan dalil qiyas setelah dalil-dalil dari al-Quran, as-Sunnah, ijma’ dan perkataan-perkataan ulama atas tidak adanya udzur kebodohan dalam perkara syirik akbar, maka kita sebutkan apa yang ditunjukkan lewat qiyas dalam dua jenis; Qiyas aula dan qiyas Syibh.
Pertama: Qiyas Aula
1. Ijma’ shahabat atas kafirnya Musailamah dan pengikutnya secara ta’yin dan tidak mengudzur mereka karena kebodohan, ketika dia mengaku bahwa dirinya sekutu Rasul dalam kenabian, dan sisi pengkiyasannya adalah tidak adanya udzur dalam penyekutuan ini, maka begaimana dengan orang yang mengaku sebagai sekutu Allah dalam ibadah dan juga orang yang mengikutinya? Dan tentu ini lebih utama lagi.
2. Ijma’ atas kafirnya Mukhtar Ats-Tsaqafi dan pengikutnya ketika dia mengaku menjadi sekutu dalam kenabian, sama seperti yang telah kita bahas tentang Musailamah dan pengikutnya, dan ini juga lebih utama.
3. Ijma’ shahabat atas tidak adanya udzur kebodohan atas orang-orang yang enggan membayar zakat, karena mereka telah menahan salah satu haq Laa ilaaha illallah, apalagi mereka yang telah enggan menunaikan Laailaaha illallah yang pokoknya.
Apabila ada yang mengatakan bahwa qiyas terhadap ijma’ adalah sesuatu yang tidak shahih, dan seharusnya qiyas itu terhadap apa yang ada nash-nya dari al-Quran atau as-Sunnah, maka kita jawab: bahwa ini adalah masalah khilafiah (perselisihan) di kalangan ulama ushul, dan pendapat yang rajih (kuat) adalah bahwa qiyas terhadap ijma’ adalah shahih dan diakui.
Penulis kitab Al-Wajiz fie Ushul al-Fiqh mengatakan:
“Pertama: Syarat-syarat hukum asal
a. Hendaknya dia berupa hukum syar’i yang amali, yang ditetapkan dengan nash dari kitab dan sunnah, adapun jika dia ditetapkan dengan ijma’ maka sebagian ulama ushul berpendapat tidak sah qiyas dalam keadaan ini, karena qiyas dibangun di atas pengetahuan terhadap ‘illah suatu hukum dan di atas landasan adanya ‘illah tersebut di dalam hukum far’u, yang ‘illah itu sama dengan ‘illah ushulnya dan hukumnya, dan ini tidak terjadi pada sesuatu yang hukumnya ditetapkan dengan ijma’, karena ijma’ tidak disyaratkan penyebutan sandarannya, dan tidak adanya penyebutan sandaran ini maka tidak diketahui illah hukumnya sehingga tidak mungkin adanya qiyas. Sedangkan menurut yang lain, dibolehkan membawa hukum kepada far’u dengan qiyas walau penetapan hukumnya itu dengan ijma’, karena mengetahui illah suatu hukum itu memiliki berbagai metode, di antaranya kesamaan antara ushul dan hukumnya, sebagaimana nanti datang penjelasannya, sehingga tidak mengapa jika tidak disebutkan landasan ijma’ dan tidak menghalangi di sini tanpa mengetahui illah. Dan pendapat ini merupakan yang rajih. Namun apabila hukum itu ditetapkan melalui qiyas saja, maka tidak sah menjadikannya sebagai ushul dan mengqiyaskan sesuatu atasnya, namun yang wajib adalah mengqiyaskan sesuatu di atas ushul yang telah ditetapkan hukumnya secara nash.
KAFIR KEPADA THAGHUT ADALAH SALAH SATU DARI DUA RUKUN LAA ILAAHA ILLALLAH
Saudaraku muwahid, sesungguhnya mengkafirkan taghut, juga pengikut dan ansharnya, merupakan termasuk inti tauhid dan termasuk dari makna kufur kepada thaghut, dan sudah diketahui bahwa siapa yang tidak mengkafirkan thaghut maka dia bukan seorang muslm dan tidak berpegang dengan Laa ilaaha illallah.
Allah berfirman:
لَآ إِكۡرَاهَ فِي ٱلدِّينِۖ قَد تَّبَيَّنَ ٱلرُّشۡدُ مِنَ ٱلۡغَيِّۚ فَمَن يَكۡفُرۡ بِٱلطَّٰغُوتِ وَيُؤۡمِنۢ بِٱللَّهِ فَقَدِ ٱسۡتَمۡسَكَ بِٱلۡعُرۡوَةِ ٱلۡوُثۡقَىٰ لَا ٱنفِصَامَ لَهَاۗ وَٱللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ ٢٥٦
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.[QS. Al-Baqarah: 256].
Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam: “Barangsiapa mengucapkan Laailaaha illallah dan kufur terhadap segala sesuatu selain Allah maka haramlah harta dan darahnya dan hisabnya ada pada Allah”. Diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Malik al-Asyja’i dari ayahnya dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam.
Berkata syaikh Abdur Rahman bin Hasan rahimahullah ketika mensyarah hadits ini; “Di dalamnya terdapat dalil bahwasanya tidak haram harta dan darah seseorang kecuali dengan dia mengucapkan Laa ilaaha illallah dan mengingkari segala sesuatu yang disembah selain Allah. Maka apabila seseorang mengucapkan namun dia tidak kufur kepada apa yang disembah selain Allah maka harta dan darahnya halal, karena dia tidak mengingkari kesyirikan dan kufur kepadanya, sehingga tidak bermanfaat baginya sebagaimana Laa ilaaha illallah bermanfaat, maka renungkanlah masalah ini, karena dia memiliki manfaat yang agung.
Berkata syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah: Sesungguhnya hal yang pertama kali Allah wajibkan atas Bani Adam adalah kufur kepada thaghut dan beriman kepada Allah, dalilnya adalah firman Allah Ta’ala:
وَلَقَدۡ بَعَثۡنَا فِي كُلِّ أُمَّةٖ رَّسُولًا أَنِ ٱعۡبُدُواْ ٱللَّهَ وَٱجۡتَنِبُواْ ٱلطَّٰغُوتَۖ فَمِنۡهُم مَّنۡ هَدَى ٱللَّهُ وَمِنۡهُم مَّنۡ حَقَّتۡ عَلَيۡهِ ٱلضَّلَٰلَةُۚ فَسِيرُواْ فِي ٱلۡأَرۡضِ فَٱنظُرُواْ كَيۡفَ كَانَ عَٰقِبَةُ ٱلۡمُكَذِّبِينَ ٣٦
“Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu”, maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul)” [QS. An-Nahl: 36].
Dan berkata syaikh Abdurrahman bin Hasan rahimahullah: “Allah menyifati pelaku syirik dengan kufur dalam banyak sekali aya, maka sudah seharusnya untuk mengkafirkan mereka, dan ini adalah tuntutan dari kalimat Laa ilaaha illallah, kalimat ikhlas, yang tidak sempurna maknanya kecuali dengan mengkafirkan orang yang menjadikan bersama Allah sekutu dalam beribadah kepada-Nya.
Dan untuk merealisasikan kalimat Laa ilaaha illallah dan berpegang teguh kepadanya maka harus kufur kepada thaghut dan beriman kepada Allah, keduanya merupakan dua rukun, maka siapa yang hanya mengambil salah satu dari keduanya, maka dia bukan seorang muslim dan tidak sah disifati dengan Islam, karena rukun, sebagaimana definisinya di dalam kitab-kiab ushul adalah sesuatu yang termasuk hakikat dari sesuatu tersebut dan intinya, seperti ruku’ di dalam dalam shalat, dia adalah rukun, bagian dari hakikat shalat dan tidak akan terwujud shalat secara syar’i tanpanya.
Kufur kepada thaghut adalah salah satu bagian dari hakikat iman dan intinya, dia adalah termasuk rukun di dalamnya sehingga tidak akan terealisasi iman secara syar’i tanpanya.
Dan kufur kepada thaghut memiliki beberapa syarat, maka siapa yang memenuhi syaratnya berarti dia telah memenuhi rukun pertama bagi iman dan sesungguhnya di telah kufur kepada thaghut, dan siapa yang tidak memenuhinya, atau salah satu syarat dari syarat-syaratnya maka dia belum kufur kepada thaghut dan belum beriman kepada Allah dan bukan seorang muslim. Adapun syarat secara bahasa berarti: tanda yang harus, dan di dalam istilah syar’i berarti apa yang sesuatu itu tergantung darinya, di mana sesuatu tersebut ada jika dia ada, namun dia adalah sesuatu di luar hakikatnya dan tidak mesti dengan adanya syarat maka sesuatu tersebut itu ada secara syar’i dan yang diikuti dengannya pengaruh syariatnya, misalnya wudhu untuk shalat dan dua saksi untuk akad nikah, maka wudhu adalah syarat untuk adanya shalat secara syar’i yang diikuti pengaruhnya secara syar’i, seperti shalatnya menjadi sah, berpahala dan telah menggugurkan kewajiban bagi pelakunya, namun wudhu bukan termasuk bagian dari hakikat shalat, dan terkadang ada wudhu namun tidak musti ada shalat, begitu juga adanya dua orang saksi dalam akad nikah adalah syarat untuk sahnya akad secara syar’i, di mana dia diikuti hukum-hukumnya dan ketetapannya, namun hadirny dua saksi bukan termasuk bagian dari hakikat akad nikah dan intinya, dan bisa saja hadir du saksi namun tidak ada akad nikah.
SYARAT-SYARAT KUFUR KEPADA THAGHUT
Syaikh Ali Hudhair – fakkallahu asrah – mengatakan di dalam rekaman audio tentang bagaimana kufur kepada thaghut:
“Kufur kepada thaghut memiliki landasan ayat dan hadits, maka kufur kepada thaghut adalah keharusan, dan tidak disebut muslim hingga dia kufur kepada thaghut, yakni dengan mengucapkan ‘Laa ilaaha illallah’ dengan ilmu, kejujuran dan keyakinan, menjauhi syirik dan menyelamatkan diri darinya, menerima dan mencintai, namun apabila dia tidak mengingkari thaghut maka dia bukanlah seorang muslim selamanya dan tidak disebut muslim. Dan kufur kepada thaghut mencakup lima hal:
Pertama: Meyakini batilnya ibadah kepada thaghut
Kedua: Meninggalkannya
Ketiga: Membenci thaghut dan memusuhinya
Tiga hal ini kepada thaghut, dan dua sisanya terhadap ahlut-thaghut:
Keempat: Membencinya
Kelima: Mengkafirkannya
Kita ambil contoh: demokrasi adalah thaghut, maka hingga engkau kufur kepadanya maka engkau disebut kufur kepada demokrasi, dan kita sebut kufur kepada thaghut, yang harus dilakukan pertama kali adalah meyakini batilnya demokrasi, dan ini disebut qaulul-qalbu (ucapan hati), sifat kufur kepada thaghut demokrasi ini kami sebutkan kepada kalian pertama kali adalah meyakini batilnya demokrasi dan ini adalah perkataan hati…kedua meninggalkannya…meninggalkan demokrasi…ketiga membencinya dengan hati dan ini amalan hati…sedangkan meninggalkan adalah amalan anggota badan…dan membenci dengan hatinya…dengan membenci demokrasi, tidak menyukainya dan berharap dia hilang dan memusuhinya..
Kedua kepada orang-orangnya, yaitu dengan membenci orang-orang demokrasi dengan mengatakan aku membenci orang-orang demokrasi, dan terakhir dengan mengkafirkannya, orang-orang demokrasi adalah orang-orang kafir.. orang-orang yang meyakini demokrasi maka dikafirkan, dan yang semisal adalah sekulerisme…sekuler adalah thaghut… dan nama thaghut diberikan kepada pandangan, sistem, madzhab, figur seseorang, atau benda mati, kepada laki-laki dan perempuan…semua bisa disebut thaghut, sekuler adalah thaghut, engkau meyakini kebatilannya, meninggalkannya dan membencinya, membenci orang-orang sekuler, membenci mereka dan mengkafirkannya, maka siapa yang tidak melakukannya berarti dia belum kufur kepada thaghut…” [selesai perkataan syaikh Ali Hudhair].
Syaikh Ahmad bin Hamud al-Khalidi – fakkallahu asrah, berkata:
“Sifat kufur kepada thaghut yang musti dipenuhi dengan memenuhi enam syarat, empat ada pada sesembahan itu, yakni thaghut, yaitu:
Pertama: Meyakini batilnya ibadah kepadanya secara mutlak
Kedua: meninggalkannya dengan keyakinan yang kuat
Ketiga: Membencinya di dalam hati dan menampakkan keburukannya dengan lisan jika dia mampu dan sanggup
Keempat: Mengkafirkan disertai rasa benci dan permusuhan.
Dan dua hal kepada yang menghamba, yakni menghamba kepada selain Allah dari thaghut dan lainnya. Yaitu:
Kelima: mengkafirkannya
Keenam: Memusuhinya di jalan Allah. [selesai perkataan beliau].
Dan telah berkata sebagian ulama Nejed:
“Perkara kedua: yang mewajibkan jihad atasnya apabila terdapat sifat ini; adalah sikap tidak mengkafirkan orang-orang musyrik, atau ragu akan kekafiran mereka, karena hal itu termasuk pembatal keislaman, maka siapa yang memiliki sifat ini maka dia telah kafir, halal darah dan hartanya, dan wajib diperangi hingga dia mengkafirkan orang-orang musyrik.
Dan dalil akan hal ini adalah sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam: “Barangsiapa yag mengucapkan Laa ilaaha illallah, dan kufur kepada segala yang disembah selain Allah maka haram harta dan darahnya”. Beliau menggantungkan keterjagaan harta dan darah dengan dua hal:
Pertama: ucapan laa ilaaha illallah.
Kedua: Kufur kepada semua yang diibadahi selain Allah.
Maka tidak ada keterjagaan pada harta dan darah seorang hamba, hingga dia melakukan dua perkara ini, pertama mengucapkan Laa ilaaha illlallah, dan yang dimaksud adalah maknanya dan bukan sekedar lafazhnya, dan maknanya: adalah mentauhidkan Allah dalam segala jenis ibadah, dan perkara kedua adalah: kufur kepada seluruh yang diibadahi selain Allah, maksudnya darinya adalah mengkafirkan orang-orang musyrik, bara’ dari mereka, dan dari apa yang mereka sembah bersama Allah.
Maka siapa yang belum mengkafirkan orang-orang musyrik dari Daulah Turki, penyembah kubur, seperti penduduk Makkah dan selainnya, dari (kuburan) orang-orang shalih, dan menyimpang dari tauhidullah menuju syirik, dan mengganti sunnah Rasul-Nya Shallallahu Alaihi wa Sallam dengan bid’ah, maka dia kafir seperti mereka, walau mereka membenci agama mereka, dan mencintai Islam dan kaum muslimin, karena orang yang tidak mengkafirkan orang musyrik berarti tidak percaya kepada Al-Quran, karena sesungguhnya Al-Quran telah mengkafirkan orang-orang musyrik, dan memerintah untuk mengkafirkan, memusuhi dan memerangi mereka. Berkata syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dalam Nawaqidhul Islam (Pembatal-pembatal Islam); Ketiga: Siapa yang tidak mengkafirkan orang musyrik, atau ragu dalam kekafiran mereka, atau membenarkan madzhab mereka, maka dia telah kafir. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata: Barangsiapa yang berdoa kepada Ali bin Abi Thalib maka dia telah kafir, dan siapa yang ragu dengan kekafiran mereka maka dia telah kafir”.
Jadi di antara syarat kufur kepada thaghut dan pengikutnya adalah sebagaimana yang telah kita jelaskan, dan siapa yang tidak memenuhi syarat-syarat kufur kepada thaghut atau salah satu darinya maka dia tidak kafir kepada thaghut dan belum berpegang teguh dengan Laa ilaaha illallah.
Dan berkata syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah dalam menjelaskan makna kufur kepada thaghut:
Makna kufur kepada thaghut adalah engkau bara’ (berlepas diri) dari segala apa yang diyakini selain dari Allah, dari jin, manusia, pohon, batu dan sebagainya, dan engkau bersaksi atas mereka dengan kekafiran, sesat dan benci walau dia adalah ayah atau saudaramu. Dan adapun dia yang mengatakan aku tidak menyembah kecuali Allah, dan aku tidak menentang para pembesar dan kubah-kubah di atas kuburan itu, dan semisalnya, maka dia adalah dusta di dalam ucapan Laa ilaaha illallah dan belum beriman kepada Allah dan kufur kepada thaghut”.
Berkata syaikh Abdurrahman bin Hasan rahimahullah; “Jika seorang hamba mengetahui makna Laa ilaaha illallah maka tentu dia tahu bahwa siapa yang ragu atau bimbang dengan kekafiran orang menyekutukan Allah dengan sesuatu yang lain maka dia belumlah kufur kepada thaghut”.
Dan berkata syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah ketika menjelaskan kepada orang-orang yang ragu dan bertawaqquf dalam mengkafirkan para thaghut dan pengikutnya bahwa dia telah jatuh kepada kekafiran:
“Bismillahirrahmanirrahim
Kepada para saudara, salamun ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Wa ba’du:
Apa yang kalian sebutkan dari perkataan syaikh: Setiap yang mengingkari ini dan ini, dan telah tegak atasnya hujjah; dan bahwasanya kalian ragu atas para thaghut dan pengikutnya apakah telah tegak atasnya hujjah, maka ini sangat mengherankan, bagaimana kalian ragu dalam hal ini padahal berulang kali aku telah jelaskan pada kalian? Sesungguhnya orang-orang yang belum tegak atasnya hujjah adalah mereka yang baru masuk islam dan orang-orang yang tinggal hidup di pedalaman yang sangat terpencil, atau hal itu pada sesuatu yang samar seperti sharf dan ‘athf, maka tidak dikafirkan hingga diberi penjelaasan, adapun dalam ushuluddin yang Allah telah jelaskan dan paparkan hukum-hukumnya di dalam kitabnya maka hujjah Allah itu adalah al-Quran, maka siapa yang telah sampai kepadanya Al-Quran maka telah sampai padanya hujjah, namun yang jadi pokok masalah adalah kalian tidak membedakan antara qiyam hujjah (tegakknya hujjah) dan fahmu al-Hujjah (memahami hujjah), dan sesungguhnya kebanyakan orang-orang kafir dan munafikin kalangan (yang mengaku) islam tidak memahami hujjah yang telah Allah tegakkan atas mereka, seperti firman Allah Ta’ala:
أَمۡ تَحۡسَبُ أَنَّ أَكۡثَرَهُمۡ يَسۡمَعُونَ أَوۡ يَعۡقِلُونَۚ إِنۡ هُمۡ إِلَّا كَٱلۡأَنۡعَٰمِ بَلۡ هُمۡ أَضَلُّ سَبِيلًا ٤٤
“Atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami. Mereka itu tidak lain, hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya (dari binatang ternak itu)”. [QS. Al-Furqan: 44].
Tegaknya hujjah adalah satu hal, dan sampainya hujjah adalah hal yang lain, dan ini telah tegak atas mereka, dan fahamnya mereka akan hujjah juga hal yang lain lagi, dan mereka tetap dianggap kafir dengan sampainya hujjah atas mereka walaupun mereka belum memahaminya, jika ini membuat kalian merasa bingung maka renungkanlah sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam tentang khawarij:
“Dimana saja kalian temui mereka maka bunuhlah mereka” dan sabdanya; “(Mereka adalah) seburuk-buruk orang yang terbunuh di kolong langit”, padahal mereka hidup di masa shahabat, bahkan orang-orang melihat rendah amalah para sahabat jika dibanding amalan mereka (khawarij), bersama dengan ijma’ manusia bahwa yang membuat mereka keluar dari dien adalah sikap keras, ghuluw (berlebihan) dan ijtihad, dan mereka mengira bahwa mereka menaati Allah, dan telah sampai kepada mereka hujjah walau mereka tidak memahaminya.
Begitu juga ketika Ali radhiyallahu anhu membunuh orang-orang yang meyakininya (Yakni yang menganggap Ali sebagai tuhan_pent) dan membakar mereka dengan api walau mereka itu adalah murid para shahabat, walaupun mereka beribadah, shalat, puasa dan persangkaan mereka bahwa mereka di atas kebenaran.
Begitu juga ijma’ salaf atas kafirnya ghulat qadariah dan sebagainya, walaupun mereka memiliki ilmu dan beribadah, dan perkiraan mereka bahwa mereka melakukan amal kebaikan, dan tidak ada seorang pun dari kaum salaf yang tawaqquf dari mengkafirkan mereka disebabkan karena belum memahaminya, karena sesungguhnya mereka semua belum memahaminya, jika engkau telah mengetahui hal ini: maka sesungguhnya apa yang kalian ada di atasnya sekarang adalah kekufuran, manusia menyembah para thaghut dan memusuhi dinul-Islam, sedangkan mereka menganggap bahwa ini bukan kemurtadan karena bisa jadi mereka tidak memahami hujjah, ini semua sudah jelas. Maka jelaslah dari apa yang dipaparkan sebelumnya, tentang orang-orang yang dibakar Ali, maka mereka menyerupai hal ini, adapun mengganggap lentur perkataan sebagian syafi’iah dan yang lainnya maka tidak tergambarkan dengan apa yang kalian bawa, jika kalian memiliki keraguan maka bersegeralah menuju Allah supaya Dia menghilangkannya dari kalian, wassalam.”
Wahai ikhwah muwahid, telah jelas bagi kita bahwa orang yang tidak mengkafirkan thaghut dan pengikutnya maka dia belum kufur kepada thaghut dan belum merealisasikan rukun pertama dari dua rukun Laa ilaaha illallah dan belum berpegang teguh dengan kalimat tauhid.
KRITIK ATAS PERKATAAN ORANG YANG MENGATAKAN: KAMI MENGKAFIRKAN PARA PENGIKUT THAGHUT SECARA MUTLAK, DAN TIDAK MENGKAFIRKAN MEREKA SECARA TA’YIN
Di antara hal baru yang dibuat-buat adalah perkataan baru terhadap hukum para penyembah thaghut dan ansharnya, dan khususnya dalam hukum kelompok mumtani’ah murtaddah, adalah bahwa kelompok mumtani’ah ini kafir secara mutlak tapi tidak dikafirkan secara ta’yin, dan para individu mereka dihukumi sebagai muslim muwahid walau mereka telah terjatuh pada kufur akbar yang jelas dan syirik akbar yang terang…tidak boleh memvonis kafir mereka kecuali setelah menegakkan hujjah kepada mereka… artinya jika engkau bertemu dengan salah satu dari mereka, dari orang-orang kelompok mumtani’ah murtaddah; dari kalangan tentara, polisi dan anggota dinas keamanan negara dan intelijen maka engkau bertemu dengan seorang muslim yang harus diperlakukan sebagai muslim. Maka siapa yang berkeyakinan dengan akidah ini maka jelaslah bahwa dia tidak mengkafirkan para tentara murtad dan para wali setan dan menghukumi islam secara ta’yin atas individu mereka, dan ini adalah perkataan baru dan bid’ah yang menyelisihi al-Quran al-Karim, sunnah rasulullah shallallahu alaihhi wa sallam dan ijma’ para shahabat radhiyallau anhum dan qiyas yang mu’tabar.
Ketahuilah akhi muwahid bahwa orang yang ridha terhadap dirinya untuk menjadi tentara thaghut dan masuk ke dalam dinas ketentaraan thaghut dan ketaatannya, maka dengan perbuatan ini dia telah menjadi musyrik kepada Allah dengan syirik akbar, dan jenis syiriknya adalah syirik ta’at dan mutaba’ah, keadaannya seperti keadaan orang yang sujud kepada thaghut atau sujud kepada kuburan atau bahkan lebih syirik dan kufur…karena orang yang mengikuti thaghut dan menjadi tentaranya dan pengikutnya mereka menjadi mumtani’ (melindungi diri) dengan kekuatan dan kelompok yang mumtani’ah (melindungi diri) dengan kekuatannya mereka terhalang (terlindung) dari penegakkan syariat Allah terhadap diri mereka.
Berkata syaikh Abdurrahman bin Hasan Rahimahullah:
“Seandainya seorang hamba mengetahui makna Laa ilaaha illallah, maka tentu dia tahu bahwa siapa yang ragu atau bimbang dengan kekafiran orang yang menyekutukan Allah dengan sesembahan lainnya maka berarti dia belum kufur terhadap thaghut”.
Dan berkata syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah:
“Ketahuilah bahwa dalil-dalil akan kafirnya seorang muslim yang shalih apabila dia melakukan perbuatan syirik akbar, atau dia bersama orang-orang musyrik (memerangi) orang-orang muwahid – walau dia tidak berbuat syirik – sangat banyak dan lebih dari cukup untuk dihitung, baik itu firman Allah atau sabda Rasul-Nya, atau perkataan ahlul-ilmi semuanya”.
Maka renungkanlah wahai saudaraku tentang orang yang masuk ke dalam barisan orang-orang kafir dan menjadi anggota dari thaifah mumtani’ah murtaddah sehingga dia bersama orang-orang musyrik memerangi ahli tauhid maka dia kafir walaupun dia tidak berbuat syirik kepada Allah, dan dalil-dalil syar’i akan kekafiran mereka sangat banyak dan jelas bahkan syaikh mengatakan lebih dari cukup untuk bisa dihitung.
Dan berkata syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab:
“Sesungguhnya orang-orang murtad berbeda-beda dalam kemurtadan mereka, di antara mereka ada yang karena mendustakan nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam dan kembali menyembah berhala dan mengatakan jika dia memang seorang nabi tentu dia tidak mati. Di antara mereka juga ada yang menetapkan dua kalimat syahadat, tapi mereka juga mengakui kenabian Musailamah mengira bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam mengikutsertakannya di dalam kenabian, karena Musailamah mengangkat para saksi dusta akan hal itu, sehingga banyak manusia yang mempercayainya, namun walau begitu para ulama sepakat bahwa mereka semua murtad walau mereka jahil akan hal itu, dan siapa yang ragu dengan kekafiran mereka maka dia juga kafir”.
Lihtlah wahai saudaraku bagaimana Sayaikh Muhammad bin Abdul Wahhab menukil ijma’ atas kafirya Musailamah dan pengikutnya walau mereka jahil, dan bagaimana beliau mengkafirkan orang yang ragu akan kemurtadan mereka, sehingga tidak lagi tersisa udzur dan perkataan bagi pendebat karena ijma’ ini menjadi dalil atas kafirnya kelompok mumtani’ah murtaddah secara ta’yin tanpa membahas lagi terpenuhinya syarat takfir atau hilangnya mawani’ dalam hak setiap individu kelompok mumtani’ah murtaddah ini.
Dan ini adalah metode para shahabat radhiyallahu anhum dan orang-orang yang sesudah mereka dalam menghukumi kelompok mumtani’ah murtaddah, mereka tidak membedakan antara para individu kelompok itu dengan para pemimpinnya, dan tidak satupun dari mereka mengatakan bahwa kelompok mumtani’ah murtaddah dikafirkan secara mutlak dan tidk dikafirkan secara ta’yin…syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab telah membantah orang-orang yang enggan mengkafirkan secara ta’yin mereka yang menyembah kepada selain Allah: “Apakah ada salah satu dari mereka yang mengatakan semenjak zaman shahabat hingga zaman Manshur al-Bahuti bahwa mereka dikafirkan secara nau’ (jenis) dan bukan secara ‘ain (individual)?”.
Sebelum kita menutup pembahasan kita, perlu kita jelaskan sebuah masalah penting; yakni bahwa sesungguhnya orang-orang yang tidak mengkafirkan thaghut dan para pengikutnya maka dia telah terjatuh kepada salah satu pembatal keislaman yang sepuluh yang telah ditulis oleh syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah, yakni pembatal yang ketiga: Barangsiapa yang tidak mengkafirkan orang-orang musyrik atau ragu terhadap kekafiran mereka atau membenarkan madzhab mereka maka dia telah kafir.
Dan sudah maklum bahwa para pengikut thaghut, dengan berbagai kelompoknya adalah musyrik, dan orang yang enggan mengkafirkan mereka juga telah terjatuh ke dalam pembatal ini. Dan apabila ada pembantah yang mengatakan bahwa pembatal di sini adalah tentang orang-orang kafir asli yang sebelumnya memang bukan orang Islam, maka kami jawab bahwa ini tidak benar, namun ini mencakup orang yang tidak mengkafirkan orang kafir asli atau juga orang murtad, dengan penjelasan seperti yang telah diterangkan oleh para ulama Ahlus sunnah wal jama’ah, dan kami akan nukilkan perkataan para ulama dalam menetapkan dan merealisasikan kaedah ini atas orang-orang yang tidak mengkafirkan orang-orang murtad:
1. Berkata Imam Muhammad bin Sahnun rahimahullah: “Ulama telah sepakat bahwa orang yang mencela Rasul adalah kafir dan hukumnya menurut para ulama adalah bunuh, dan siapa yang ragu atas kekafiran mereka maka dia kafir”.
2. Berkata Qadhi ‘Iyadh rahimahullah: “Dan telah berkata seperti ini adalah Jahizh dan Tsumamah bahwa kebanyakan orang awam dan wanita bodoh dan taqlid dari kalangan Yahudi dan Nashrani dan selainnya…Allah tidak memiliki hujjah atas mereka…karena mereka tidak memiliki tabiat yang memungkinkan mereka untuk mencari dalil, dan Al-Ghazali telah meniti jalan yang hampir sama dengan jalan ini dalam kitab At-Tafriqah… dan orang yang mengatakan ini semuanya adalah kafir berdasarkan ijma’ akan kafirnya orang yang tidak mengkafirkan salah seorang dari orang Yahudi dan Nashrani… dan juga setiap orang yang menyelisihi agama kaum muslimin atau tawaqquf dalam mengkafirkan mereka, atau ragu”.
3. Berkata syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah: “Jenis kedua adalah: perkataan orang yang mengatakan tentang hulul dan ittihad (menyatunya tuhan kepada makhluk_pent) pada individu tertentu, seperti orang Nashrani yang meyakininya pada diri al-Masih Isa, dan Ghaliah (orang-orang ekstrem syiah) yang mengatakan itu kepada Ali bin Abi Thalib dan beberapa orang dari Ahli Bait, dan Hakimiyyah yang mengatakan itu pada al-Hakim, dan juga Hallajiyyah yang mengatakan itu pada al-Hallaj, dan juga Yunusiyyah yang mengatakan hal itu pada Yunus, dan yang semisalnya yang lain dari orang-orang yang mengatakan adanya sifat ilahiyyah yang menyatu pada seseorang, dan tentang hulul dan ittihad yang tidak terjadi mutlak pada segala sesuatu, sebagian ada yang mengatakan terjadi pada sebagian wanita, sebagian pemuda, sebagian raja, dan lain sebagainya, dan orang yang mengatakan seperti ini kekafirannya lebih parah dari kekafiran orang-orang Nashrani yang mengatakan sesungguhnya Allah adalah al-Masih ibnu Maryam. Yang pertama mereka mengatakannya secara mutlak, sedangkan mereka mengatakan kafirnya orang-orang Nashrani karena takhshish.
Perkataan-perkataan mereka lebih buruk dari orang-orang Nashrani, dan di dalamnya ada kontradiksi dengan perkataan orang-orang Nashrani dari jenis apa yang dikatakan oleh Nashrani: sehingga mereka mengatakan dengan hulul terkadang, dan dengan ittihad pada saat yang lain, dan ini adalah madzhab yang kontradiksi dengan sendirinya, sehingga terkadang iltibas (membingungkan) bagi yang belum memahaminya.
Dan ini semuanya adalah kafir baik secara bathin maupun zhahir sesuai dengan ijma’ semua muslim, dan siapa yang ragu dengan kekafiran mereka setelah dia mengetahui pendapat-pendapat mereka dan mengenal dinul Islam maka dia kafir sebagaimana kafirnya orang yang ragu dengan kekafiran orang-orang Yahudi, Nahsrani dan orang-orang musyrik.”
Dan berkata Syaikhul Islam ketika membantah orang-orang dari kelompok “Druz” akan kekafiran mereka yang tidak diperselisihkan oleh kaum Muslimin…bahkan siapa yang ragu dengan kekafiran mereka maka dia juga kafir seperti mereka.
4. Telah berkata Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah:
“Maka alangkah bagus apa yang dikatakan oleh salah seorang penduduk desa yang datang kepada kami lalu mendengar sedikit tentang Islam dengan mengatakan ‘Aku bersaksi bahwa kami adalah orang-orang kafir – yakni dia dan para penduduk desa – dan aku bersaksi bahwa para muthawwi’ (kiyai) yang menyebut kami muslim adalah kafir’.
5. Berkata Syakh Sulaiman bin Abdullah rahimahumallah:
“Barangsiapa yang ragu akan kekafiran orang murtad…atau bodoh dengan kekafiran mereka maka dijelaskan kepadanya dalil-dalil dari kitabullah dan sunnah Rasul-Nya yang menjelaskan akan kekafiran mereka, kemudian bila masih ragu setelah hal itu atau bimbang, maka sesungguhnya dia kafir berdasarkan ijma’ para ulama yang mengatakan bahwa siapa yang ragu dengan kekafiran orang kafir maka dia kafir…jika ada yang mengatakan: Aku katakan selain mereka kafir dan tidak aku katakan mereka itu kafir, maka ini adalah berarti menghukumi mereka dengan islam, karena tidak ada perantara antara kufur dan Islam, jika tidak menjadi kafir berarti mereka adalah muslim, maka saat itu siapa yang menyebut kekufuran adalah Islam atau menyebut orang kafir sebagai muslim…maka dia adalah kafir”.
6. Berkata sebagian ulama Nejed rahimahullah:
“Di antara yang mewajibkan jihad atas siapa yang memiliki sifat ini, adalah sikap tidak mengkafirkan orang-orang Musyrik atau ragu atas kekafiran mereka. Karena hal itu termasuk pembatal keislaman, maka siapa yang memiliki sifat ini berarti dia telah kafir, darah dan hartanya menjadi halal dan wajib diperangi hingga dia mengkafirkan orang-orang Musyrik. Dalil atas hal ini adalah sabda Rasululullah Shallallahu Alaihi wa Sallam: “Barangsiapa yang mengatakan Laa ilaaha illallah dan kufur kepada segala yang disembah selain Allah, maka haram harta dan darahnya”.
Mereka juga mengatakan: “Maka siapa yang tidak mengkafirkan orang-orang Musyrik dari Daulah Turki dan para penyembah kubur, seperti penduduk Makkah dan lainnya, dari orang-orang yang menyembah orang-orang shalih dan berpaling dari tauhidullah menuju syirik, dan mengganti sunnah Rasulullah dengan bid’ah maka dia kafir seperti mereka walau mereka membenci ajaran mereka, dia tetap tidak membenarkan Al-Quran, karena sesungguhnya Al-Quran telah mengkafirkan orang-orang musyrik dan memerintahkan untuk mengkafirkan mereka dan memusuhi serta memerangi mereka.”
7. Syaikh Abu Mundzir Asy-Syinqithi menukil dari syaikh Abdullah bin Nashir Ar-Rasyid menjelaskan dan memaparkan kaedah tentang orang yang tidak mengkafirkan orang-orang Musyrik atau ragu dengan kekufuran mereka maka dia telah kafir. Syaikh Abdullah bin Nashir Ar-Rasyid berkata:
Pertama: Bisa jadi kekufuran orang kafir ini telah maklum di dalam dien secara pasti, maka siapa yang tidak mengetahuinya maka dia bukan termasuk orang Islam, seperti orang yang ragu dengan kekufuran para penyembah berhala, orang-orang Budha, Yahudi, Nashari secara umum maka siapa ragu dengan kekafiran sebagian orang kafir ini maka dia telah kafir seperti mereka.
Kedua: Bisa jadi kekufuran orang kafir ini bukanlah hal yang maklum dalam dien secara pasti namun nash-nash menunjukkan akan hal itu secara qath’i..maka siapa yang ragu atas kekufurannya yang telah dijelaskan oleh nash-nash lalu dia tidak menerima akan hal itu maka dia kafir, misalnya adalah para penyembah kubur yang berdoa kepadanya, bernadzar untuknya dan berhaji ke sana dari orang-oranng yang mengaku dirinya Islam, maka siapa yang ragu dengan kekufuran mereka setelah dijelaskan dalil-dalilnya kepadanya, maka jika dia tidak mengkafirkannya maka dia telah kafir.
Ketiga: Bisa jadi kekafirannya mengandung kemungkinan syubhat, seperti kafirnya para pemimpin yang tidak berhukum dengan apa yang telah diturunkan oleh Allah, dan yang semisalnya, maka mereka ini, walau kekufurannya adalah hal yang qath’i menurut orang yang telah meneliti masalah ini, namun adanya syubhat dan ihtimal (kemungkinan) maka orang yang tidak mengkafirkannya tidaklah dapat dikafirkan, kecuali jika telah tegak atasnya hujjah dan tersingkap darinya syubhat dan telah hilang, sehingga dia tahu bahwa ketetapan Allah atas mereka adalah kufur.”
KESIMPULAN
Kesimpulan dari pembahasan kita adalah: Sesungguhnya thaghut adalah orang-orang yang diibadahi dari selain Allah dan mereka ridho dengan ibadah yang dialihkan kepadanya, sedangkan pengikutnya adalah mereka yang mengibadahi mereka dengan jenis apapun dari ibadah…dan pengikut thaghut hukum yang berhukum dengan selain apa yang Allah turunkan adalah salah satu jenis dari pengikut thaghut.
Dan sesungguhnya para thaghut dan pengikutnya adalah kafir murtad secara ta’yin, dan bahwasanya mereka adalah musyrik dan mereka tidak memiliki hak untuk dibahas apakah sudah terpenuhi syarat-syarat takfir dan tidak adanya mawani’ (penghalang) dalam mengkafirkan mereka, dan bahwsanya mengkafirkan thaghut dan pengikutnya termasuk dari makna kufur kepada thaghut dan syarat-syaratnya, maka siapa yang tidak mengkafirkan mereka maka belum kufur kepada thaghut.
Bahwa perkataan ‘Sesungguhnya kelompok mumtani’ah murtaddah dikafirkan secara mutlak dan tidak dikafirkan secara ta’yin’ adalah perkataan bid’ah yang dibuat-buat, menyelisihi kitab, sunnah, ijma’ dan qiyas, dan orang yang tidak mengkafirkan pengikut thaghut terjatuh dalam salah satu pembatal keislaman yang ketiga dari sepuluh pembatal keislaman: ‘Siapa yang tidak mengkafirkan orang-orang musyrik atau ragu dengan kekafiran mereka, maka dia kafir’. Dan bahwasanya mereka adalah orang-orang pembuat bid’ah yang sesat, namun tidak selayaknya mereka dikafirkan hingga ditegakkan hujjah atas mereka dan hilangnya syubhat sebagaimana yang kita sebutkan dari perkataan syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah dan syaikh Sulaiman bin Abdullah dan Syaikh Abdullah bin Nashir Ar-Rasyid.
PENUTUP
Dan dalam penutupan ini, kami mengharap kepada Allah Ta’ala agar menolong Islam dan kaum Muslimin di setiap tempat dan memenangkan kaum Muwahhidin mujahidin shadiqin untuk menguasai leher-leher para thaghut arab dan ‘ajam, juga para pengikut mereka, dan saya mengharap kepada-Nya untuk menjadikan akhir urusan kami dengan kebaikan dan menjadikan kami sebagai penduduk surga firdaus yang tertinggi, sesungguhnya Dia Maha Mendengar dan Mengabulkan, dan akhir dari doa kami adalah segala puji bagi Allah Rabb semesta alam dan shalawat dan salam Allah semoga tercurah kepada nabi kita Muhammad dan juga kepada keluarga dan sahabat seluruhnya.
Ditulis oleh: ‘al-Asir’ Sunni Kurdi
Alih Bahasa: Usdul Wagha
Mrajaah: Abu Sulaiman Aman Abdurrahma

Tidak ada komentar:

Posting Komentar