HUKUM TAKFIER MU’AYYAN
PERBEDAAN ANTARA TEGAK HUJJAH DENGAN PAHAM HUJJAH
(HUKMU TAKFIERIL MU’AYYAN WAL FARQU BAINA QIYAMIL HUJJAH WA FAHMIL HUJJAH)
PENULIS: AL ’ALLAMAH AL MUHADDITS AL USHULLY
ISHAQ IBU ABDIRRAHMAN IBNU HASAN IBNU MUHAMMAD IBNU ABDIL WAHHAB RAHIMAHULLAH
PENTAHQIQ DAN PENTA’LIQ
SYAIKH AHMAD HAMUD AL KAHLIDIY
ALIH BAHASA: ABU SULAIMAN
PENGANTAR PENTERJEMAHAN
Segala puji hanya milik Allah, shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada Rasul-Nya yang mulia, keluarga dan para sahabatnya.
Orang sekarang atau bahkan semenjak munculnya berbagai macam syubhat,
bila ada orang yang mengkafirkan orang-orang musyrikin secarata’yin
mereka langsung merinding dan bahkan langsung memvonis orang-orang yang
mengkafirkan ta’yin orang-orang musyrik itu dengan label takfiriy, dan
ini tidaklah aneh karena Syaikh Muhammad Ibnu Abdil Wahhabrahimahullah
saat melakukan ta’yin dalam takfir langsung mendapatkan tanggapan
negatif dari orang-orang yang kurang paham akan tauhid. Mereka memvonis
beliau dan kaum muslimin pengikut dakwah beliau dengan sebutan Khawarij.
Mereka mengambil perkataan Ibnu Taimiyyahrahimahullah tentang tawaquf
beliau dari mengkafirkan secara ta’yin, namun mereka memotong perkataan
beliau atau tidak paham alur perkataan itu1, mereka jadikan perkataan
itu sebagai bahan untuk membantah orang–orang yang mengkafirkan kaum
musyrikin secara ta’yin, padahal perkataan beliau itu bukan tentang
masalah yang nampak jelas, tetapi masalah-masalah khafiyyah, seperti
takfir Ahlil Ahwa Wal Bida’, silahkan rujuk perkataan beliau langsung
dan baca komentar Syaikh Muhammad Ibnu Abdil Wahhab rahimahullah dalam
kitabnya Mufidul Mustafid Fi Kufri Tarikit Tauhid, karena yang mencegah
takfir secara ta’yin dalam masalah khafiyyah adalah ada unsur-unsur
penghalang seperti jahil, talwil, keliru ijtihad dan yang lainnya.
Adapun ta’yin ketika takfir orang yang menyekutukan Allah atau dalam
kekafiran yang dhahirah adalah suatu keharusan, karena dalam syirik
akbar ini tidak ada udzur karena jahil, taywil, taqlid, ijtihad dengan
ijma para ulama, Syaikh Abdullah Aba Buthainrahimahullah berkata dalam
kitabnya Al Intishar Lihizbillahil Muwahhidin:
“Orang yang
mengklaim bahwa pelaku kufur (syirik akbar) karena ta’wil, ijtihad,
keliru (memahami), taqlid, atau jahil dia itu diudzur maka ia itu
menyelisihi Al Kitab, As Sunnah, dan Ijma tanpa ragu lagi” (Aqidatul
Muwahhidin: 18 dalam risalatul Intishar).
Karena penghalang itu
tidak ada, maka ta’yin itu adalah suatu keharusan, Syaikh Muhammad
mengatakan: Dasar agama dan pondasinya itu ada dua,
Pertama:
- Perintah untuk ibadah kepada Allah saja tidak ada sekutu bagi-Nya.
- Desakan akan hal itu.
- Melakukan loyal di dalamnya.
- Dan mengkafirkan orang yang meninggalkannya.
Kemudian Syaikh Abdurrahman Ibnu Hasan Ibnu Muhammad Ibnu Abdil Wahhab rahimahullah mengatakan:
“Orang itu tidak dikatakan muwahhid kecuali dengan menafikan syirik,
berlepas diri darinya, dan mengkafirkan pelakunya.” (Syarh Ashli Dienil
Islam)
Kemudian beliau (Syaikh Muhammad) berkata:
Kedua
- Menghati-hatikan dari syirik dalam ibadah kepada Allah.
- Mengecam dengan keras atasnya.
- Melakukan permusuhan di dalamnya.
- Dan mengkafirkan pelakunya.
Kedudukan tauhid tidak bisa tegak kecuali dengan hal ini semua, dan ini
adalah agama para Rasul. Syaikh Abdurrahman Ibnu Hasan Ibnu Muhammad
rahimahullah berkata:
“Allah memberi cap kafir bagi orang-orang
yang menyekutukannya dalam banyak ayat-ayat yang tidak terhitung, maka
harus dikafirkan juga mereka itu (oleh kita), ini adalah konsekwensi Laa
illaaha illallaah kalimah ikhlash, sehingga maknanya tidak tegak
kecuali dengan mengkafirkan orang yang menjadikan sekutu bagi Allah
dalam ibadahnya”
Al Imam Al Barbahariy berkata dalam Syarhus Sunnahnya:
“Dan seseorang dari ahli kiblat tidak dikeluarkan dari Islam sehingga
dia menolak satu ayat dari Kitabullah atau menolak sebagian dari
Atsar-atsar Rasulullah, atau shalat kepada selain Allah, atau
menyembelih untuk selain Allah, dan bila dia melakukan sesuatu dari hal
itu maka telah wajib atas kamu untuk mengeluarkan dia dari lingkungan
Islam.”2
Lihatlah seorang Arab Badui yang selama ini dia bersama
kaumnya mengucapkan dua kalimah syahadat, namun perbuatan mereka itu
bertentangan dengan tauhid, terus ada muthawwi (penyuluh/dai kalau di
kita) yang tetap menamakan mereka sebagai orang Islam. Dia (orang badui)
itu setelah mengetahui dakwah Syaikh Muhammad dan konsekwensinya dia
langsung mempraktekan, Syaikh Muhammad menuturkan tentang dia dalam
Syarah Sittati Mawadli Minas Sirah di akhir sekali:
“Sungguh
indah sekali apa yang diucapkan oleh seorang Arab badui tatkala dia
telah tiba kepada kami dan mendengar sedikit tentang Islam (maksudnya
yang diajarkan oleh Syaikh yang berbeda dengan yang mereka pegang selama
ini, pent), dia langsung berkata:
Saya bersaksi bahwa
sesungguhnya kami adalah orang-orang kafir – yaitu dia dan seluruh orang
badui – dan saya bersaksi bahwa muthawi’ yang menamakan kami umat Islam
sesungguhnya dia kafir juga”.
Syaikh Abdullah Aba Buthain rahimahullah berkata:
“Masalah yang ditunjukan oleh Al Kitab, Al Sunnah dan Ijma para ulama
adalah bahwa (dosa) semisal penyekutuan terhadap Allah dengan yang
lain-Nya adalah kekafiran, maka siapa melakukan sebagian dari macam ini
atau menganggap bagus hal itu, maka ini tidak diragukan lagi
kekafirannya, dan tidak apa-apa bagi orang yang telah bersumber darinya
sebagian hal-hal itu engkau katakan si fulan kafir dengan perbuatan ini3
Beliau berkata lagi:
“Dan ungkapan para ulama dalam takfir mu’ayyan adalah sangat banyak,
dan macam kemusyrikan yang paling besar adalah beribadah kepada selain
Allah, ini jelas adalah kekafiran dengan ijma kaum muslimin, dan tidak
apa-apa mengkafirkan orang yang melakukan hal itu, karena orang yang
zina juga dikatakan si fulan pezina, dan orang yang memakan riba
dikatakan si fulan muraabii, waallaahu ‘alam.4
Syaikh Muhammad
setelah menuturkan dua pokok di atas beliau menyebutkan sembilan
golongan yang berseberangan dengan tauhid, beliau menyebutkan:
- Orang yang paling dahsyat mukhalafahnya adalah orang yang menyalahi dalam itu semua.
- Dan di antara manusia ada yang beribadah kepada Allah saja, namun dia tidak mengingkari syirik dan tidak memusuhi pelakunya.
- Di antara mereka ada yang memusuhinya namun tidak mengkafirkannya.
- Dan di antara mereka ada yang tidak mencintai tauhid dan tidak membencinya.
- Di antara mereka ada yang tidak membenci syirik dan tidak mencintainya.
- Di antara mereka ada yang tidak mengenal syirik dan tidak mengingkarinya, tidak menafikan (dari dirinya),
- Di antara mereka ada yang tidak mengetahui tauhid dan tidak mengingkarinya.
- Dan di antara mereka – dan ini yang paling berbahaya – ada orang yang
mengamalkan tauhid namun tidak mengetahui kedudukannya, dia tidak
membenci orang yang meninggalkannya dan tidak mengkafirkannya.
- Dan di antara mereka ada yang meninggalkan syirik, dia membencinya, namun tidak mengetahui kedudukannya.
Tentang status mereka ini Syaikh mengatakan setelah menyebutkan nomor
pertama: Dan macam orang ini dan yang sesudahnya, mereka itu telah
menyalahi apa yang ditunjukan oleh kalimatul ikhlash, tujuan yang
dengannya kalimat ini ditegakkan, serta (menyalahi) makna yang
dikandungnya, berupa agama yang di mana Allah tidak menerima agama
selainnya.5
Setelah pembaca mengetahui ini terserah apa penilaian
pembaca, namun saya memberikan nasehat kepada anda yang ingin mencari
kebenaran agar membaca kitab-kitab para pelopor dakwah tauhid, di mana
mereka langsung terjun ke medannya, langsung perang dengan para musuh
tauhid dari kalangan orang yang mengaku orang Islam bahkan sebagiannya
mengaku ulama, namun sebenarnya mereka itu adalah ulama kaum musyrikin
sebagaimana yang sering Syaikh Muhammad katakan dalam kitab-kitab dan
risalah-risalahnya.
Ketahuilah bahwa orang muwahhid yang awam
mampu mengalahkan seribu ulama, kaum musyrikin, sebagaimana yang
dikatakan oleh Syaikh Muhanmadrahimahullah dalam kitab Kasyfusy
Syubuhatnya.
Hendaklah orang yang mengatakan ketika ada orang
berbuat syirik akbar sedang dia itu sudah mengucapkan dua kalimah
syahadat bahwa perbuatannya syirik tapi orangnya tidak boleh dikatakan
musyrik, hendaklah dia itu bertaubat kepada Allah karena itu adalah
pernyataan bid’ah.
Di dalam kitab ini Syaikh Ishaq menanggapi
syubhat dari orang-orang yang mereka itu mengklaim mengikuti dakwah
Syaikh Muhammad, tapi sebenarnya mereka itu tidak paham akan dakwah itu,
mereka dikala melihat orang berbuat syirik hanya mengatakan
perbuatannya syirik, tapi orangnya belum tentu musyrik, kemudian mereka
mencari-cari dalih dari perkataan Syaikh Muhammad yang sepertinya sesuai
dengan perkataan mereka. Syaikh Ishaq membantah syubhat mereka itu, dan
bahkan beliau memperumpamakan mereka itu dengan apa yang dihikayatkan
dari Syaikh Muhammad, beliau memperumpamakannya dengan dzubab alias
lalat yang tidak mau hinggap kecuali pada kotoran, karena mereka
berpaling dalil-dalil yang jelas dalam Al Kitab, As Sunnah, ijma serta
perkataan-perkataan Syaikh dan ulama Sunnah yang lainnya yang sangat
gamblang, namun mereka justru malah mencari perkataan yang global lagi
samar.
Selain kitab Takfir Mu’ayyan kami ketengahkan pula Risalah
Ashlu Dinil Islam, karya Syakh Muhammad Ibnu Abdil Wahhab rahimahullah
berikut syarah cucunya yang sekaligus sebagai murid terdekatnya Syaikh
Abdurrahman Ibnu Hasan Ibnu syaikh Muhammad rahimahullah, juga Risalah
Al Maurid Al ‘Adzbu Az Zallal dan risalah Arraddu ‘Alal Jahmiyy keduanya
karya Syaikh Abdurrahman Ibnu Hasan, keempat kitab ini (Takfir
Mu’ayyan, Ashlu Dinil Islam berikut syarahnya, Arraddu ‘Alal Jahmiyy dan
Al Maurid Al ‘Adzbu Az Zallal) semuanya dimasukan dalam kitab Aqidatul
Muwahhidin War Raddu ‘Alaa Adl Dlullal Wal Mubtadi’iin yang disusun oleh
Syaikh Abdullah Ibnu Sa’diliy Al Ghamidiy Al ‘Abdaliy yang ditaqdim
oleh Al Imam Abdul Aziz Ibnu Baz rahimahullah. Dan kami sertakan pula
risalah Fi Makna Ath Thaghut karya Syaikh Muhammad Ibnu Abdil
Wahhabrahimahullah.
Silahkan anda baca sendiri dengan syarat anda
harus membuang jauh hawa nafsu dan ta’ashshub, Insya Allah anda
mendapatkan kebenaran, namun bila anda tidak paham, maka mintalah
petunjuk kepada Allah dengan banyak berdoa dan merendahkan diri
kepadaNya. Semoga shalawat dan salam dilimpahkan kepada panutan kita
semua, keluarga dan para sahabatnya. Dan akhir seruan kita adalah
Alhamdulillahi Rabbil ‘aalamiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar