Selasa, 02 Juni 2015

HUKUM TAKFIER MU’AYYAN PERBEDAAN ANTARA TEGAK HUJJAH DENGAN PAHAM HUJJAH (HUKMU TAKFIERIL MU’AYYAN WAL FARQU BAINA QIYAMIL HUJJAH WA FAHMIL HUJJAH)

HUKUM TAKFIER MU’AYYAN
PERBEDAAN ANTARA TEGAK HUJJAH DENGAN PAHAM HUJJAH
(HUKMU TAKFIERIL MU’AYYAN WAL FARQU BAINA QIYAMIL HUJJAH WA FAHMIL HUJJAH)
PENULIS: AL ’ALLAMAH AL MUHADDITS AL USHULLY
ISHAQ IBU ABDIRRAHMAN IBNU HASAN IBNU MUHAMMAD IBNU ABDIL WAHHAB RAHIMAHULLAH
PENTAHQIQ DAN PENTA’LIQ
SYAIKH AHMAD HAMUD AL KAHLIDIY
ALIH BAHASA: ABU SULAIMAN
PENGANTAR PENTERJEMAHAN
Segala puji hanya milik Allah, shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada Rasul-Nya yang mulia, keluarga dan para sahabatnya.
Orang sekarang atau bahkan semenjak munculnya berbagai macam syubhat, bila ada orang yang mengkafirkan orang-orang musyrikin secarata’yin mereka langsung merinding dan bahkan langsung memvonis orang-orang yang mengkafirkan ta’yin orang-orang musyrik itu dengan label takfiriy, dan ini tidaklah aneh karena Syaikh Muhammad Ibnu Abdil Wahhabrahimahullah saat melakukan ta’yin dalam takfir langsung mendapatkan tanggapan negatif dari orang-orang yang kurang paham akan tauhid. Mereka memvonis beliau dan kaum muslimin pengikut dakwah beliau dengan sebutan Khawarij. Mereka mengambil perkataan Ibnu Taimiyyahrahimahullah tentang tawaquf beliau dari mengkafirkan secara ta’yin, namun mereka memotong perkataan beliau atau tidak paham alur perkataan itu1, mereka jadikan perkataan itu sebagai bahan untuk membantah orang–orang yang mengkafirkan kaum musyrikin secara ta’yin, padahal perkataan beliau itu bukan tentang masalah yang nampak jelas, tetapi masalah-masalah khafiyyah, seperti takfir Ahlil Ahwa Wal Bida’, silahkan rujuk perkataan beliau langsung dan baca komentar Syaikh Muhammad Ibnu Abdil Wahhab rahimahullah dalam kitabnya Mufidul Mustafid Fi Kufri Tarikit Tauhid, karena yang mencegah takfir secara ta’yin dalam masalah khafiyyah adalah ada unsur-unsur penghalang seperti jahil, talwil, keliru ijtihad dan yang lainnya. Adapun ta’yin ketika takfir orang yang menyekutukan Allah atau dalam kekafiran yang dhahirah adalah suatu keharusan, karena dalam syirik akbar ini tidak ada udzur karena jahil, taywil, taqlid, ijtihad dengan ijma para ulama, Syaikh Abdullah Aba Buthainrahimahullah berkata dalam kitabnya Al Intishar Lihizbillahil Muwahhidin:
“Orang yang mengklaim bahwa pelaku kufur (syirik akbar) karena ta’wil, ijtihad, keliru (memahami), taqlid, atau jahil dia itu diudzur maka ia itu menyelisihi Al Kitab, As Sunnah, dan Ijma tanpa ragu lagi” (Aqidatul Muwahhidin: 18 dalam risalatul Intishar).
Karena penghalang itu tidak ada, maka ta’yin itu adalah suatu keharusan, Syaikh Muhammad mengatakan: Dasar agama dan pondasinya itu ada dua,
Pertama:
- Perintah untuk ibadah kepada Allah saja tidak ada sekutu bagi-Nya.
- Desakan akan hal itu.
- Melakukan loyal di dalamnya.
- Dan mengkafirkan orang yang meninggalkannya.
Kemudian Syaikh Abdurrahman Ibnu Hasan Ibnu Muhammad Ibnu Abdil Wahhab rahimahullah mengatakan:
“Orang itu tidak dikatakan muwahhid kecuali dengan menafikan syirik, berlepas diri darinya, dan mengkafirkan pelakunya.” (Syarh Ashli Dienil Islam)
Kemudian beliau (Syaikh Muhammad) berkata:
Kedua
- Menghati-hatikan dari syirik dalam ibadah kepada Allah.
- Mengecam dengan keras atasnya.
- Melakukan permusuhan di dalamnya.
- Dan mengkafirkan pelakunya.
Kedudukan tauhid tidak bisa tegak kecuali dengan hal ini semua, dan ini adalah agama para Rasul. Syaikh Abdurrahman Ibnu Hasan Ibnu Muhammad rahimahullah berkata:
“Allah memberi cap kafir bagi orang-orang yang menyekutukannya dalam banyak ayat-ayat yang tidak terhitung, maka harus dikafirkan juga mereka itu (oleh kita), ini adalah konsekwensi Laa illaaha illallaah kalimah ikhlash, sehingga maknanya tidak tegak kecuali dengan mengkafirkan orang yang menjadikan sekutu bagi Allah dalam ibadahnya”
Al Imam Al Barbahariy berkata dalam Syarhus Sunnahnya:
“Dan seseorang dari ahli kiblat tidak dikeluarkan dari Islam sehingga dia menolak satu ayat dari Kitabullah atau menolak sebagian dari Atsar-atsar Rasulullah, atau shalat kepada selain Allah, atau menyembelih untuk selain Allah, dan bila dia melakukan sesuatu dari hal itu maka telah wajib atas kamu untuk mengeluarkan dia dari lingkungan Islam.”2
Lihatlah seorang Arab Badui yang selama ini dia bersama kaumnya mengucapkan dua kalimah syahadat, namun perbuatan mereka itu bertentangan dengan tauhid, terus ada muthawwi (penyuluh/dai kalau di kita) yang tetap menamakan mereka sebagai orang Islam. Dia (orang badui) itu setelah mengetahui dakwah Syaikh Muhammad dan konsekwensinya dia langsung mempraktekan, Syaikh Muhammad menuturkan tentang dia dalam Syarah Sittati Mawadli Minas Sirah di akhir sekali:
“Sungguh indah sekali apa yang diucapkan oleh seorang Arab badui tatkala dia telah tiba kepada kami dan mendengar sedikit tentang Islam (maksudnya yang diajarkan oleh Syaikh yang berbeda dengan yang mereka pegang selama ini, pent), dia langsung berkata:
Saya bersaksi bahwa sesungguhnya kami adalah orang-orang kafir – yaitu dia dan seluruh orang badui – dan saya bersaksi bahwa muthawi’ yang menamakan kami umat Islam sesungguhnya dia kafir juga”.
Syaikh Abdullah Aba Buthain rahimahullah berkata:
“Masalah yang ditunjukan oleh Al Kitab, Al Sunnah dan Ijma para ulama adalah bahwa (dosa) semisal penyekutuan terhadap Allah dengan yang lain-Nya adalah kekafiran, maka siapa melakukan sebagian dari macam ini atau menganggap bagus hal itu, maka ini tidak diragukan lagi kekafirannya, dan tidak apa-apa bagi orang yang telah bersumber darinya sebagian hal-hal itu engkau katakan si fulan kafir dengan perbuatan ini3
Beliau berkata lagi:
“Dan ungkapan para ulama dalam takfir mu’ayyan adalah sangat banyak, dan macam kemusyrikan yang paling besar adalah beribadah kepada selain Allah, ini jelas adalah kekafiran dengan ijma kaum muslimin, dan tidak apa-apa mengkafirkan orang yang melakukan hal itu, karena orang yang zina juga dikatakan si fulan pezina, dan orang yang memakan riba dikatakan si fulan muraabii, waallaahu ‘alam.4
Syaikh Muhammad setelah menuturkan dua pokok di atas beliau menyebutkan sembilan golongan yang berseberangan dengan tauhid, beliau menyebutkan:
- Orang yang paling dahsyat mukhalafahnya adalah orang yang menyalahi dalam itu semua.
- Dan di antara manusia ada yang beribadah kepada Allah saja, namun dia tidak mengingkari syirik dan tidak memusuhi pelakunya.
- Di antara mereka ada yang memusuhinya namun tidak mengkafirkannya.
- Dan di antara mereka ada yang tidak mencintai tauhid dan tidak membencinya.
- Di antara mereka ada yang tidak membenci syirik dan tidak mencintainya.
- Di antara mereka ada yang tidak mengenal syirik dan tidak mengingkarinya, tidak menafikan (dari dirinya),
- Di antara mereka ada yang tidak mengetahui tauhid dan tidak mengingkarinya.
- Dan di antara mereka – dan ini yang paling berbahaya – ada orang yang mengamalkan tauhid namun tidak mengetahui kedudukannya, dia tidak membenci orang yang meninggalkannya dan tidak mengkafirkannya.
- Dan di antara mereka ada yang meninggalkan syirik, dia membencinya, namun tidak mengetahui kedudukannya.
Tentang status mereka ini Syaikh mengatakan setelah menyebutkan nomor pertama: Dan macam orang ini dan yang sesudahnya, mereka itu telah menyalahi apa yang ditunjukan oleh kalimatul ikhlash, tujuan yang dengannya kalimat ini ditegakkan, serta (menyalahi) makna yang dikandungnya, berupa agama yang di mana Allah tidak menerima agama selainnya.5
Setelah pembaca mengetahui ini terserah apa penilaian pembaca, namun saya memberikan nasehat kepada anda yang ingin mencari kebenaran agar membaca kitab-kitab para pelopor dakwah tauhid, di mana mereka langsung terjun ke medannya, langsung perang dengan para musuh tauhid dari kalangan orang yang mengaku orang Islam bahkan sebagiannya mengaku ulama, namun sebenarnya mereka itu adalah ulama kaum musyrikin sebagaimana yang sering Syaikh Muhammad katakan dalam kitab-kitab dan risalah-risalahnya.
Ketahuilah bahwa orang muwahhid yang awam mampu mengalahkan seribu ulama, kaum musyrikin, sebagaimana yang dikatakan oleh Syaikh Muhanmadrahimahullah dalam kitab Kasyfusy Syubuhatnya.
Hendaklah orang yang mengatakan ketika ada orang berbuat syirik akbar sedang dia itu sudah mengucapkan dua kalimah syahadat bahwa perbuatannya syirik tapi orangnya tidak boleh dikatakan musyrik, hendaklah dia itu bertaubat kepada Allah karena itu adalah pernyataan bid’ah.
Di dalam kitab ini Syaikh Ishaq menanggapi syubhat dari orang-orang yang mereka itu mengklaim mengikuti dakwah Syaikh Muhammad, tapi sebenarnya mereka itu tidak paham akan dakwah itu, mereka dikala melihat orang berbuat syirik hanya mengatakan perbuatannya syirik, tapi orangnya belum tentu musyrik, kemudian mereka mencari-cari dalih dari perkataan Syaikh Muhammad yang sepertinya sesuai dengan perkataan mereka. Syaikh Ishaq membantah syubhat mereka itu, dan bahkan beliau memperumpamakan mereka itu dengan apa yang dihikayatkan dari Syaikh Muhammad, beliau memperumpamakannya dengan dzubab alias lalat yang tidak mau hinggap kecuali pada kotoran, karena mereka berpaling dalil-dalil yang jelas dalam Al Kitab, As Sunnah, ijma serta perkataan-perkataan Syaikh dan ulama Sunnah yang lainnya yang sangat gamblang, namun mereka justru malah mencari perkataan yang global lagi samar.
Selain kitab Takfir Mu’ayyan kami ketengahkan pula Risalah Ashlu Dinil Islam, karya Syakh Muhammad Ibnu Abdil Wahhab rahimahullah berikut syarah cucunya yang sekaligus sebagai murid terdekatnya Syaikh Abdurrahman Ibnu Hasan Ibnu syaikh Muhammad rahimahullah, juga Risalah Al Maurid Al ‘Adzbu Az Zallal dan risalah Arraddu ‘Alal Jahmiyy keduanya karya Syaikh Abdurrahman Ibnu Hasan, keempat kitab ini (Takfir Mu’ayyan, Ashlu Dinil Islam berikut syarahnya, Arraddu ‘Alal Jahmiyy dan Al Maurid Al ‘Adzbu Az Zallal) semuanya dimasukan dalam kitab Aqidatul Muwahhidin War Raddu ‘Alaa Adl Dlullal Wal Mubtadi’iin yang disusun oleh Syaikh Abdullah Ibnu Sa’diliy Al Ghamidiy Al ‘Abdaliy yang ditaqdim oleh Al Imam Abdul Aziz Ibnu Baz rahimahullah. Dan kami sertakan pula risalah Fi Makna Ath Thaghut karya Syaikh Muhammad Ibnu Abdil Wahhabrahimahullah.
Silahkan anda baca sendiri dengan syarat anda harus membuang jauh hawa nafsu dan ta’ashshub, Insya Allah anda mendapatkan kebenaran, namun bila anda tidak paham, maka mintalah petunjuk kepada Allah dengan banyak berdoa dan merendahkan diri kepadaNya. Semoga shalawat dan salam dilimpahkan kepada panutan kita semua, keluarga dan para sahabatnya. Dan akhir seruan kita adalah Alhamdulillahi Rabbil ‘aalamiin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar