WAJIBNYA MENGANGKAT SEORANG KHALIFAH DAN HARAMNYA MENANGGUHKANNYA
Satu
lagi bantahan terhadap syubhat perkara keabsahan Daulah
Islam ini sebagai sebuah khilafah dan kami melihatnya sebagai bantahan
yang
baik sekali, alhamdulillah. Tulisan ini diambil dari sebuah buku yang
dirilis Anshar Al-Khilafah. Silakan pula pembaca merujuk pada
tulisan-tulisan kami
sebelumnya mengenai perkara serupa (baik soal syarat-syarat khalifah,
ahlul
halli wal ‘aqdi, dll.) – silakan buka “Kumpulan Artikel Khusus dan
Penting”
pada bagian kanan atas blog ini (penerj.).
PENDAHULUAN:
Orang yang mengoceh di media sosial dan di jalan-jalan
mengenai keabsahan Khilafah yang telah dideklarasikan oleh ISIS pada Juni 2014
semakin bertambah. Sebagian orang yang tidak memiliki ilmu syari’at yang memadai
terperangkap dalam syubhat-syubhat yang didengungkan oleh “ulama-ulama jihad”
dalam menolak keabsahan Khilafah. Anshar Al-Khilafah Media akan menerbitkan
rangkaian seri risalah, insya Allah, yang akan berusaha menjelaskan keabsahan
Khilafah yang ada dan membantah syubhat-syubhat yang diangkat oleh orang-orang
ini dari sisi syari’at. Dengan ini, semoga sebagian Muslim yang ikhlas dapat
melihat kebenaran dan mendukungnya. Ini adalah alasan mengapa kami mencoba
mengklarifikasi permasalahan ini dan menamai rangkaian seri yang kami tulis
sesuai dengan Surat Al-A’raaf ayat 164:
وَإِذْ قَالَتْ أُمَّةٌ
مِنْهُمْ لِمَ تَعِظُونَ قَوْمًا اللَّهُ مُهْلِكُهُمْ أَوْ مُعَذِّبُهُمْ
عَذَابًا شَدِيدًا قَالُوا مَعْذِرَةً إِلَى رَبِّكُمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ
Dan (ingatlah) ketika suatu umat di antara mereka berkata:
“Mengapa kamu menasihati kaum yang Allah akan membinasakan mereka atau mengazab
mereka dengan azab yang amat keras?” Mereka menjawab: “Agar kami mempunyai
alasan (pelepas tanggung jawab) kepada Tuhanmu, dan supaya mereka bertaqwa.”
Mohon share (bagikan) hal ini sebanyak mungkin dan
insya Allah segera kami akan meng-upload file pdf-nya. Teruslah mengecek
laman ini (pen.).
Seri pertama dari risalah:
“Agar kami mempunyai alasan kepada Tuhanmu, dan supaya mereka
bertaqwa” [QS. Al-A’raaf : 164]
WAJIBNYA MENGANGKAT SEORANG KHALIFAH DAN HARAMNYA MENUNDA
Segala puji bagi Allah Yang MahaKuat lagi Maha Kokoh. Shalawat
serta salam tercurah kepada orang yang diutus dengan pedang sebagai rahmat bagi
seluruh alam. Ammā ba’d:
Suatu hal yang perlu dipahami bahwa umat Islam harus
mempunyai seorang khalifah yang akan mempersatukan kalimat mereka dan
melindungi mereka dari musuh. Jika umat Islam tidak mempunyai seorang pemimpin,
maka syari’at Allah akan terhenti serta ketidakadilan dan kesewenang-wenangan
akan merajalela.
Imam Al-Ghazali berkata, “Orang yang cerdas tidak akan
meragukan fakta bahwa alam akan hancur disebabkan perselisihan pendapat mereka.
Harapan dan barisan akan ditinggalkan disebabkan pendapat pribadi dengan
tiadanya kepemimpinan untuk ditaati yang akan menyatukan pendapat yang
berbeda-beda di antara mereka. Hal ini merupakan suatu penyakit yang tidak ada
obatnya selain dengan kekuatan seorang pemimpin yang ditaati yang akan membawa
mereka pada persatuan di bawah satu pendapat. Dengan demikian, maka jelaslah
bahwa urusan lembaga keduniaan penting bagi lembaga keagamaan dan lembaga
keagamaan penting untuk meraih keberuntungan di akhirat kelak. Dan seperti
inilah esensi diutusnya para nabi. Jadi, kewajiban untuk menunjuk seorang imam
(pemimpin) berasal dari kebutuhan akan syari’at yang bisa saja ditinggalkan
dalam keadaan bagaimana pun.” [al-I’qtishād fī al-I’tiqād hal. 128].
Sungguh benar baris-baris syair Ibnu Al-Mubarak ini:
Allah melalui sultan (pemimpin) menjauhi keburukan dari
agama,
dan lewat dia urusan kehidupan dunia kita berjalan baik,
Seandainya tidak ada pemimpin,
jalan-jalan tidak aman bagi kita
dan orang yang lemah telah menjadi mangsa orang yang kuat
Nash-nash hadits Rasulullah (ﷺ) menunjukkan wajibnya mengangkat dan memberikan
bai’at kepada seorang pemimpin:
Diriwayatkan oleh
‘Abdullah ibnu ‘Umar (radhiya Llāhu ‘anhumā) bahwa Nabi (ﷺ) bersabda: “Barangsiapa yang mati sedang di lehernya
tidak ada bai’at, maka matinya adalah mati dalam keadaan jahiliyyah” [Shaḥīḥ
Muslim] [CATATAN: kata-kata Rasulullah (ﷺ):
“matinya adalah mati dalam keadaan jahiliyyah’ hanya menunjuk pada
bai’at atas imam umum (al-imām al-kubrā, penerj.), yaitu
khalifah, bukan bai’at-bai’at kecil/khusus seperti bai’at atas pemimpin
kelompok jihad atau jama’ah pada tempat tertentu. Selain itu, menahan diri atau menunda pemberian bai’at kepada
khalifah tidak diperbolehkan. Bai’at kecil bukanlah alasan yang cukup bagi
seseorang yang mengklaim bahwa dia tidak bisa memberikan bai’at kepada
khalifah, hanya karena dia telah memberikan bai’at kepada sebuah jama’ah atau
sebuah kelompok jihad. Hal tersebut karena bai’at kecil ini tidak bisa
menggantikan bai’at kepada khalifah].
Selain itu, terdapat hadits masyhur di
mana Abu Sa’id al-Khudri (radhiya Llāhu ‘anh) meriwayatkan bahwa
Rasulllah (ﷺ) bersabda: “Jika tiga orang keluar bepergian, maka harus diangkat salah seorang dari mereka sebagai
pemimpin.” [HR. Abu Daud].
Demikian pula hadits
dari ‘Abdullah ibnu ‘Umar (radhiya Llāhu ‘anhumā) dari Rasullah (ﷺ) yang bersabda: “Tidak boleh bagi tiga orang ada di
tempat kosong di muka bumi tanpa mengangkat salah seorang dari mereka seorang
pemimpin.” [HR. Ahmad dan Ath-Thabarani dalam al-Mu’jam
al-Kabīr]
Hadits-hadits ini memperlihatkan bahwa
mengangkat seorang imam bagi sebuah jama’ah (lebih dari tiga orang) lebih wajib
lagi.
Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyyah (raḥimahu Llāh) berkata, “Jika Allah telah mewajibkan kepada
kelompok yang lebih kecil (yaitu yang terdiri dari tiga orang sebagaimana
tersebut dalam hadits) untuk mengangkat seorang pemimpin bagi mereka, maka hal
ini menunjukkan bahwa wajibnya atas kelompok mana pun yang jumlah orangnya
lebih banyak.” [al-Ḥisbah fī
al-Islām hal. 9]
Lebih jauh lagi, sejumlah ulama
terkemuka umat ini telah menyebutkan bahwa wajibnya mengangkat seorang imam
adalah ijma’.
Imam An-Nawawi (raḥimahu Llāh)
berkata, “Para ulama telah bersepakat bahwa wajibnya mengangkat seorang
khalifah bagi Muslimin.” [Syarḥ Shaḥīḥ Muslim 120/205]
Syaikh Muhammad ibnu ‘Umar ibnu Mubarak
Al-Humairi (Bahraq) berkata, “Ketahuilah bahwa wajibnya pengangkatan seorang
imam atas umat Islam menurut Ahlus Sunnah didasarkan pada kesepakatan (ijma’)
para sahabat (radhiya Llāhu ‘anhum) setelah wafatnya Rasulullah (ﷺ).
Mereka bersepakat untuk menghindari terjadinya kekosongan masa kekhalifahan.
Abu Bakar (radhiya Llāhu ‘anh) berkata dalam khutbahnya di Saqifah Bani
Sa’idah di antara Muhajir dan Anshar, “Sesungguhnya Muhammad telah mati dan
tidak boleh tidak bagi agama ini untuk mempunyai seorang imam yang akan
menegakkannya.” Maka, dengan segera semua orang menerima
kata-katanya dan tidak ada di antara mereka yang berkata bahwa dia tidak
membutuhkannya, namun mereka berkumpul untuk bersepakat akan kepemimpinannya.” [Ḥadā`iq
al-Anwār hal. 397]
Mengenai pernyataan para ulama akan wajibnya pengangkatan seorang
khalifah dan dalil-dalilnya, silakan buka laman yang satu ini.
Jadi, kita telah mengetahui dari hadits-hadits dan ijma’ umat
Islam bahwa wajib atas Muslimin di semua tempat dan semua masa untuk mengangkat
seorang khalifah. Dan barangsiapa yang mengklaim bahwa pengangkatan seorang
imam tidak wajib pada masa kita, maka sungguh dia telah berdusta kepada Allah
karena telah mengklaim bahwa syari’at memperbolehkan umat berpecah-belah.
Untuk itu, jika sebuah kelompok mengumumkan Khilafah setelah
memenuhi semua syaratnya, maka wajib atas seluruh Muslim untuk bergabung ke
dalam khilafah tersebut.
BERSEGERA UNTUK MEMILIH SEORANG KHALIFAH
Kita telah mengetahui akan wajibnya mengangkat seorang imam.
Selain itu pula, kita juga harus tahu bahwa tidak diperbolehkan untuk
menunda-nunda pengangkatan dikarenakan pentingnya serta mudharat yang akan
didapat dengan penundaan tersebut. Para sahabat memahami perkara ini. Oleh
sebab itu, mereka bersegera menunjuk seorang imam, sesuatu yang membuat mereka
menunda penguburan Nabi (ﷺ).
Imam An-Nawawi berkata, “Mereka (para
sahabat) hanya menunda penguburan Rasul (ﷺ) dari hari Senin siang hingga Selasa malam karena
mereka telah diliputi oleh perkara bai’at, sehingga mereka harus mempunyai
seorang imam di mana pendapat dan perintahnya mereka ikuti, seandainya mereka
berselisih mengenai penguburan beliau (yaitu mengkafani, memandikan, dan
menguburkan). Hal ini untuk menghindari perbantahan dan perselisihan. Dan ini
merupakan hal terpenting, wa Llāhu a’lam.” [Syarḥ Shaḥīḥ Muslim
7/36]
Imam Al-Ghazali berkata, “Diketahui
sejak generasi pertama, yaitu para sahabat, bersegera untuk mengangkat seorang
imam dan berbai’at setelah wafatnya Nabi (ﷺ). Mereka meyakini bahwa hal itu merupakan suatu
kewajiban yang mengikat mereka dan sebuah hak yang harus dipenuhi dengan segera.
Dengan itu juga, mereka menghindari penangguhan yang menyebabkan tertundanya
persiapan penguburan Nabi (ﷺ) karena mereka sibuk dengan perkara pengangkatan seorang
imam; semua ini karena mereka mengetahui kemungkinan akan adanya masa di mana
mereka tidak memiliki pemimpin yang akan mempersatukan mereka di bawah satu
pendapat dan ketika mereka menghadapi persoalan, sementara mereka berselisih
dalam soal pemecahannya; sistem akan berantakan, persatuan akan tercabik-cabik,
dan hukum-hukum (Islam) akan terhenti. Dengan sebab inilah mereka
memprioritaskan untuk mendahulukan penunjukan seorang pemimpin dan mereka tidak
menyibukkan diri mereka pada saat itu dengan perkara lain selain hal tersebut.”
[Fadhā`il al-Bāthiniyyah hal. 171]
Jika Rasulullah (ﷺ)
yang merupakan makhluk paling baik dan orang yang paling berhak untuk dipenuhi
hak-haknya ditangguhkan penguburannya oleh para sahabat dengan tujuan pengangkatan
seseorang agar tidak tertunda, maka apakah kemudian logis bagi seseorang untuk
mengklaim bahwa menunda-nunda kewajiban mengangkat seorang khalifah itu boleh atau
memilih seorang khalifah tidak wajib dan hanya merupakan sunnah?! Justru perbuatan para sahabat dengan jelas memperlihatkan
bahwa wajib bersegera untuk mengangkat seorang khalifah dan kewajiban ini harus
diprioritskan atas semua perkara agama dan dunia.
Dengan demikian, Daulah Islam di Irak dan Syam (ISIS) tidak
bisa menunda-nunda pendirian Khilafah setelah mereka memperoleh semua
persyaratannya. Mereka bergerak maju dan mengumumkan Khilafah, sehingga hal ini
telah mengangkat beban dosa atas semua kaum Muslim di seluruh dunia. Di antara
pernyataan deklarasi Khilafah ialah sebagai berikut:
“Oleh karena itu, Majelis Syura Daulah
Islam mempelajari hal ini setelah Daulah Islam – dengan rahmat Allah –
memperoleh hal-hal yang dibutuhkan bagi khilafah di mana kaum Muslim berdosa
jika mereka tidak berusaha untuk menegakkannya. Dengan kenyataan terang bahwa Daulah Islam tidak mempunyai kendala syar’ī
atau alasan tertentu yang membolehkan untuk menangguhkan atau mengabaikan
pendirian khilafah sehingga berdosa, maka Daulah Islam – diwakili oleh ahlul
halli wal ‘aqdi, terdiri dari tokoh-tokoh senior, pemimpin, dan anggota majelis
sura – memutuskan untuk mengumumkan berdirinya Khilafah Islamiyyah,
pengangkatan seorang khalifah bagi Muslimin, dan pembai’atan kepada Syaikh,
Al-Mujahid, ulama yang mengamalkan apa yang disampaikannya, ahli ibadah,
pemimpin, pejuang, pembangkit, keturunan keluarga Nabi, hamba Allah, Ibrahim
ibnu ‘Awwad ibnu Ibrahim ibnu ‘Ali ibnu Muhammad Al-Badri Al-Hasyimi
Al-Qurasyi, berdasarkan silsilah, As-Samara’i, berdasarkan kelahiran dan
pengasuhan, Al-Baghdadi, berdasarkan tempat tinggal dan ilmu. Dan beliau telah
menerima pembai’atan tersebut. Dengan demikian, dia adalah imam dan khalifah
bagi Muslimin di mana pun.” [Juru bicara Daulah Islam – Syaikh Abu Muhammad
Al-‘Adnani selama pendeklarasian Khilafah, 29 Juni 2014, “Ini Adalah Janji
Allah”]
Khalifah ḥafizhahu Llāh menekankan
hal ini pada video khutbah pertamanya setelah dideklarasikannya Khilafah:
“Sungguh ikhwan-ikhwan kalian para
mujahid dikaruniai dengan kemenangan oleh Allah Tabāraka wa Ta’ālā dan dikaruniai dengan kekuatan setelah
tahun-tahun dengan jihad yang panjang, kesabaran, dan perjuangan melawan
musuh-musuh Allah. Allah membimbing
mereka dan menguatkan mereka untuk mencapai tujuan ini. Oleh sebab itu, mereka
bersegera mengumumkan Khilafah dan menunjuk seorang imam. Ini merupakan
kewajiban atas Muslimin – sebuah kewajiban yang telah dilalaikan selama
berabad-abad[1] dan hilang dari permukaan bumi. Akhirnya, banyak kaum Muslim
yang jahil dalam hal ini dan berdosa dengan meninggalkannya. Maka wajib atas
mereka untuk mendirikannya. Dan kini mereka telah menegakkannya, segala puji
bagi Allah dan bagi-Nyalah semua karunia.” [Khalifah Ibrahim (Syaikh Abu Bakar
Al-Baghdadi) selama khutbah Jum’at di Masjid Besar Mosul pada 6 Ramadhan 1435
H]
Sayangnya, sebagian pengklaim jihad pada masa kita menutup
mata terhadap nash-nash yang telah disebutkan, ijma’, dan fiqh para sahabat
serta lebih mendahulukan prinsip-prinsip mereka yang lemah yang tidak mempunyai
landasan dalam agama ini. Berikut ini adalah salah satu pernyataan yang
dikeluarkan oleh para pecundang ini: “Sebagaimana telah diketahui dari
pendapat para pemimpin jihad pada masa kita, seperti Syaikh Usamah ibnu Ladin (raḥimahu
Llāh), Al-Mujahid Syaikh Aiman Azh-Zhawahiri (ḥafizhahu Llāh), dan
Syaikh ‘Athiyatullah Al-Libi (raḥimahu Llāh), serta selain mereka dan berdasarkan
pengalaman jihad mereka yang panjang, bahwa pendirian imarah dan negara Islam
di dalam sistem kufur global yang dipimpin oleh Amerika merupakan suatu lelucon
selama pemimpin kufur (Amerika) belum dihancurkan dan dihentikan karena
intervensinya terhadap negeri-negeri Muslim. Semua ini berlaku dalam hal
pendirian negara-negara Islam. Lalu, bagaimana dengan pendirian khilafah?”
[Pernyataan yang dibuat atas peristiwa yang terjadi di Kaukasus dan nasihat
bagi mujahidin Kaukasus yang dipublikasikan pada 28 Januari 2015].
Pernyataan ini diarahkan kepada mujahidin Kaukasus yang hendak berbai’at kepada
Khalifah Muslimin. Di antara mereka yang menandatangani pernyataan ini ialah si
badut Jabhah An-Nushrah, Abu Mariyah Al-Qahthani (Al-Harari, penerj.),[2]
Syaikh Harits An-Nazhari dan Syaikh Ibrahim Ar-Rubaisyi dari Al-Qa’idah Jazirah
Arab (semoga Allah mengampuni dosa keduanya – dua orang yang disebut terakhir, penerj.),
pendengki Thariq ‘Abdul Halim, dan Al-Muhaisini dari Jabhah An-Nushrah.
Klaim mereka bahwa para pemimpin jihad pada masa kita menyatakan
bahwa pendirian imarah Islam adalah sebuah lelucon justru benar-benar sebuah
fitnah yang membingungkan orang awam. Di bawah ini adalah pernyataan dari
syaikh-syaikh yang mereka klaim bahwa pendirian jama’ah dianggap sebagai
“semacam lelucon” dan lainnya. Pertama, mereka semua berada di bawah Imarah
Afganistan, lalu yang kedua, mereka mengabsahkan imarah-imarah lainnya yang
serupa di belahan dunia umat Islam lainnya, khususnya Daulah Islam di Irak.
Syaikh Usamah ibnu Ladin berkata:
“Dengan demikian, upaya untuk
menegakkan jama’ah yang lebih besar bagi kaum Muslim menjadi wajib atas setiap
individu Muslim dan mujahid dengan melakukan bai’at taat kepada kelompok
yang mengaplikasikan kebenaran yang paling baik dan mereka mensifatkan diri
dengan hal tersebut. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan
hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar.” (QS. At-Taubah : 119) [Cara untuk Menggagalkan Konspirasi
atas Irak dan Daulah Islam – sebuah pernyataan audio oleh Syaikh Usamah
ibnu Ladin – dikeluarkan oleh As-Sahab Media pada 29 Desember 2007]
Syaikh Abu Yahya Al-Libi berkata:
“Kenyataannya ialah saya merasa usaha yang dilakukan
saudara-saudara kita, yaitu mujahidin Irak, untuk mengumumkan persiapan menuju
pendirian Daulah Islam murni sebagai kemenangan yang merupakan anugerah Allah
dan sebagai bagian dari petunjuk yang telah Allah jaminkan bagi hamba-hamba-Nya
mujahidin dalam firman-Nya “Dan orang-orang berjihad untuk (mencari
keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan
Kami.” (QS. Al-‘Ankabuut : 69) [ Wawancara Kedua As-Sahab dengan Syaikh Abu
Yahya Al-Libi – dirilis pada 9 September 2007]
Syaikh ‘Athiyatullah Al-Libi berkata:
“Negara ini (Daulah
Islam di Irak), insya Allah, akan menjadi inti Daulah Islam dan khilafah rasyidah
di atas manhaj kenabian.” [Kalīmāt fī Nushrah Daulah al-‘Irāq al-Islāmiyyah
– Kata-kata Dukungan bagi Daulah Islam Irak]
Syaikh Aiman Azh-Zhawahiri berkata:
“Organisasi Qa’idah Al-Jihad di Mesopotamia
(Negeri Dua Sungai) telah bergabung – dengan rahmat Allah – dengan kelompok
jihad lainnya di Daulah Islam Irak (semoga Allah menjaganya). Ia merupakan
sebuah imarah yang sah berdasarkan manhaj syar’ī yang benar, didirikan
lewat musyawarah dan menerima bai’at dari sebagian besar mujahid dan suku di
Irak. [Sebuah Tinjauan Ulang Peristiwa – Wawancara Keempat
As-Sahab Media dengan Syaikh Aiman Azh-Zhawahiri pada bulan Dzulqa’dah 1428]
Dia juga berkata:
“Alasan para ikhwan untuk
mendeklarasikan Daulah (Daulah Islam Irak), dan kami kira masuk akal,
ialah mereka menghendaki Irak selamat dari nasib yang terjadi pada jihad
Afganistan setelah kejatuhan Kabul.” [Dalam “Nasihat
Seorang yang Prihatin” – dikeluarkan oleh As-Sahab pada 6 Juli 2007]
Selain itu, dia pun berkata:
“Maka, ketika Allah menganugerahkan
kepadanya syahadah (maksudnya Syaikh Abu Mush’ab Az-Zarqawi), sebagaimana kita
ketahui, dia diteruskan oleh sahabatnya di atas jalan jihad dan tauhid, Abu
Hamzah Al-Muhajir ḥafizhahu Llāh yang berjuang bersama ikhwan-ikhwan mulia
dan ikhlas, sebagaimana kita ketahui, untuk mendirikan Daulah Islam Irak. Ini merupakan berita gembira bagi Muslimin, sebab mereka
telah bergerak semakin dekat ke arah pinggiran Baitul Maqdis dan pendirian
Khilafah, dengan izin Allah.” [Dalam “Nasihat Seorang
yang Prihatin” dikeluarkan oleh As-Sahab pada 6 Juli 2007]
Dengan ini, maka kami telah melihat sikap para pemimpin jihad
pada masa kita berkaitan dengan perkara pembentukan sebuah negara Islam. Mereka
bergembira atas jama’ah tersebut dan bahkan mendukung pembentukannya. Kami tidak
pernah mendengar mereka mengatakan bahwa pembentukan negara Islam di kala Amerika
masih menjadi super power adalah sebuah lelucon. Sungguh disayangkan,
mengada-adakan kedustaan semacam ini telah menjadi strategi para partisan ini.
Semoga Allah menyelamatkan umat Islam dari tipu daya mereka.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar