Selasa, 02 Juni 2015

SALIBIS JOHN MCCAIN DAN LINDSEY GRAHAM MENYERUKAN ZONE PROTEKTIF UNTUK MELINDUNGI AL-QA'IDAH DAN SEKUTU-SEKUTUNYA YANG MELAWAN DAULAH ISLAM!

IN THE WORDS OF THE ENEMY [[ PANDANGAN MUSUH ATAS DAULAH ISLAM]] [Majalah DABIQ Edisi #9]
Salah satu kondisi paling hina yang diketahui seorang pengklaim jihad dari dirinya sendiri ialah bahwasanya salibis dan thawaghit Arab mulai memandangnya sebagai kemungkinan alternatif terhadap Khilafah atau sebuah “solusi” parsial untuk menghindari ekspansinya. Ketika seseorang mendengar bahwa pihak salib kini menganggap hal ini atau kelompok pengklaim jihad sebagai sekutu potensial yang akan melayani kepentingan mereka melawan Daulah Islam, maka bercuci tanganlah dari kelompok tersebut dan larilah membawa agamamu sebagaimana engkau lari dari penyakit kusta!
Masalahnya bukanlah pihak salib menganggap para pengaku mujahid ini memiliki musuh bersama – mereka yang ditakfiri oleh Muslimin, seperti Rafidhah, Nushairiyyah, sekuleris, dan penyokong demokrasi… dan mereka yang lebih ditakuti oleh pihak salib daripada Muslimin karena alasan-alasan pokok, seperti musuh dari kelompok Shafawi yang merupakan sekutu mereka menginginkan untuk memproduksi senjata nuklir. Akan tetapi, mereka menganggap musuh bersama mereka adalah Daulah Islam, padahal para pemimpin syahid – yang diaku-aku oleh para pengklaim jihad ini sebagai bagian dari mereka – berulang kali memujinya.
Berikut ini akan anda temukan pernyataan para think-tank, analis, penasihat, dan jurnalis salibis memberi masukan kepada para pemimpin salib Amerika manfaat dari membiarkan adanya pemimpin dan kelompok pengklaim jihad serta membangun hubungan dengan mereka, karena dengan melakukan hal tersebut mereka akan membantu pihak salib melawan Daulah Islam.
Orang pertama di antara mereka yang mengemukakan ide ini kepada para pemimpin salib ialah Jew Barak Mendelsohn.
Di dalam artikel untuk Urusan Luar Negeri yang dipublikasikan pada “13 Februari 2014,” dia mengatakan, “Amerika Serikat juga harus mengurangi kerjasamanya dengan Front Islam dan sebaliknya memikirkan untuk mengadakan hubungan yang lebih erat dengan JN [“Jabhah An-Nushrah”], sebab keduanya berusaha untuk menggulingkan Presiden Suriah Bashar Al-Assad. Hal tersebut justru akan lebih menekan ISIS, sementara Amerika Serikat dan kelompok-kelompok Islam dibiarkan untuk akrab satu sama lain, sama-sama memahami perspektif dan ketakutan masing-masing, bahkan kemungkinan untuk mengurangi penderitaan kemanusiaan di Suriah. Hubungan-hubungan tersebut pasti akan berharga sekali ketika tiba waktunya untuk memulihkan kembali negara.” (Catatan: Front “Islam” sudah bekerjasama dengan antek-antek AS – orang-orang Qatar, Turki, dan Saudi – tetapi tidak secara langsung dan terbuka dibanding dengan AS itu sendiri.
Konsep ini dengan nyata direncanakan oleh para salibis Wall Street Journal pada “29 Agustus 2014” dalam sebuah artikel berjudul “Amerika Melawan Daulah Islam.” Mereka menjelaskan rencana tersebut secara jelas seraya menyatakan, “Ketakutan akan melebarnya Daulah Islam mengandung arti bahwa kelompok-kelompok yang sering berselisih sekarang berbagi sebuah musuh bersama… Kelompok-kelompok yang memperlihatkan pergesekan atau agresi langsung terhadap satu dengan yang lainnya mengetahui bahwa masing-masing mereka berada dalam satu garis yang ingin menghadang Daulah Islam… Hubungan pertemanan terbesar dari segala hal: Daulah Islam mengancam Al-Qa’idah sebagaimana halnya pihak Barat, artinya kenyataannya Al-Qa’idah dan AS sekarang mempunyai sebuah musuh bersama.”
Pihak salib dari Small Wars Journal menggambarkan fenomena tersebut secara jelas pada “22 Maret 2015,” “Sekutu-sekutu pemberontak kita didominasi oleh kelompok Sunni-berbasis Sunni serta ‘sebuah dosis yang sehat’ Al-Qa’idah – musuh terkutuk kita di Ira[k] dan Afganistan yang entah bagaimana tiba-tiba ada di pihak kita di Suriah.”
Setelah penggabungan kepentingan belaka melawan Daulah Islam – bukan melawan kuffar – beragam salibis mulai menekankan perlunya untuk membangun suatu hubungan yang baik.
Sebuah think-tank salibis besar – Carnegie Endowment – menulis pada tanggal “24 Maret 2015,” “Barat saat ini memandang Front Nushrah (JN) sebagai sebuah ancaman. Akan tetapi, pragmatisme Nushrah (JN) serta evolusi yang tiada henti berarti bahwa ia bisa menjadi sebuah sekutu dalam perang melawan Daulah Islam. … Daripada menaruh Nushrah dan Daulah Islam dalam satu wadah, Barat seharusnya melihat lebih jauh ke arah afiliasi ideologis Front Nushrah serta mendorong pragmatisnya ketika ia tengah mencari penyelesaian atas konflik Suriah.”
Artikel panjang ini menjelaskan “pragmatisme” Jabhah Jaulani secara detail: Kerjasama dengan faksi-faksi lainnya tidak mutlak dan “ideologi” tidak ditentukan oleh militer. Penulis artikel tersebut mengatakan seraya memuji Jabhah Jaulani, “… Nushrah tidak menetapkan ideologinya secara besar-besaran. Di saat sumber-sumber lokal mengatakan 80 persen pengikut Daulah Islam di Suriah bukan orang-orang Suriah, anggota Nushrah kebanyakan adalah orang Suriah. Karena itu, mereka lebih mengetahui berbagai perbedaan kedaerahan dalam hal kultur dan kebiasaan. Hal ini membuat Nushrah bisa mengubah penerapan ideologinya berdasarkan perbedaan-perbedaan tersebut …”
CARNEGIE ENDOWMENT, SEBUAH LEMBAGA THINK-TANK SALIB YANG BESAR
“… Kemampuan Front Nushrah untuk menyalurkan hasil sebagian besar dikendalikan oleh pragmatisme. Kelompok tersebut telah berkolaborasi dengan kekuatan-kekuatan lokal yang luas yang tidak ditekan untuk berperang di bawah payungnya sendiri. Justru mereka bertempur bersama Nushrah sebagai sekutu – sebuah permulaan kebiasaan radikal dari sudut pandang Daulah Islam, yaitu yang tidak menolerir kolaborasi kecuali bila benar-benar dianggap penting. Pendekatan ini telah memungkinkan bagi Nushrah untuk memperluas jaringan dukungannya dengan cepat, termasuk tambahan beberapa brigade FSA di Aleppo, Hama, dan Dar’a.”
Gambaran dari front Jaulani ini tercermin dalam sebuah artikel lain yang ditulis oleh para salibis dari Middle East Eye pada “30 April 2015.” Sesudah menjelaskan “pragmatisme” front Jaulani (kerjasama dengan semua pihak dan tidak menerapkan hudud), sang penulis berkata, “Nushrah juga bermanfaat bagi serangan udara AS melawan IS. AS memasukkan Front Nushrah sebagai organisasi teroris pada bulan Desember 2012, jauh sebelum munculnya IS, namun semenjak akhir tahun lalu intervensi yang dipimpin AS di Suriah dan Irak umumnya terfokus pada tujuan untuk menurunkan dan “akhirnya menghancurkan” IS. Sementara serangan-serangan udara koalisi juga menargetkan posisi-posisi Nushrah, kelompok tersebut bukan merupakan prioritas utama bagi serangan udara pimpinan AS.”
“Apakah IS secara signifikan bisa ditekuk oleh serangan udara yang didukung Barat, … Lebih baik untuk menempatkan Nushrah di sebelah utara, tengah, timur Suriah untuk mengisi kekosongan.”
“… Nushrah bahkan menunjukkan dirinya mau bekerjasama dengan komunitas internasional di kawasan tersebut. Tahun lalu mereka bekerjasama dengan Qatar dalam negosiasi untuk melepaskan 45 orang penjaga perdamaian PBB yang berasal dari Fiji yang dijadikan sandera di Golan pada September.”
“Dalam jangka panjang, [aktivis media oposisi dari Idlib, Juma Al-Qassim) percaya penolakan rakyat Suriah terhadap IS akan mendorong pihak oposisi untuk menjadi anggota Nushrah. … Dengan payung kesepakatan mana pun yang mungkin untuk memasukkan para perwakilan Islam, Nushrah yang lebih tersenjatai, terdanai, dan terorganisir, akan mendapatkan tempat paling layak untuk mengisi peran itu.”
Kebijakan untuk berpegang kepada para pengklaim jihad melawan Daulah Islam sudah diadopsi oleh sebagian thaghut Arab. Carnegie Endowment menulis pada tanggal “20 April 2015,” Islamic State berupaya menginfiltrasi Yordania dalam banyak hal. Cara paling efektif untuk membangun dirinya tidaklah dengan menyerang sepanjang perbatasan, namun dengan bekerja dengan faksi-faksi ekstrim Yordania dan mengeksploitasi gejolak sosial yang tidak puas di antara kaum muda. Untuk menghadang tren ini, pemerintah telah berupaya untuk mengeksploitir keretakan hubungan antara Al-Qa’idah dan Daulah Islam, yakni dengan cara membebaskan sejumlah ulama [Al-Maqdisi[1] dan Al-Filisthini] yang selaras dengan kelompok yang disebutkan pertama dan membiarkan mereka mempunyai sebuah kadar penglihatan media.”
Kebijakan ini bahkan disarankan untuk Afganistan dan Pakistan, karena kehadiran Islamic State di sana mengancam stabilitas regional. Pihak salibis dari War on the Rocks menulis pada “13 April 2015,” Bagaimanapun, hal ini sepenuhnya jelas: Mullah ‘Umar masih menjadi titik persoalan/perkara – terutama di Asia Selatan, di mana dua buah perkembangan penting sedang bermain. Terlepas dari nasibnya, Mullah ‘Umar akan berpengaruh bagi masing-masing dari keduanya. Perkembangan pertama ialah memperdalam pengaruh Daulah Islam di Asia Selatan. Tren kunci kedua ialah usaha Kabul untuk berekonsiliasi dengan Thaliban. … Tahun lalu para pejabat AS menghendaki bahwa militer AS tidak lagi aktif mengejar Mullah ‘Umar. Mereka mengisyaratkan bahwa dia tidak lagi memperlihatkan sebuah ancaman langsung terhadap prajurit AS. Dengan begitu saja, pemikiran ini menghendaki Washington untuk sama sekali tidak menaruh perhatian lagi dengannya … Selain itu, keputusan AS untuk tidak mengejar ‘Umar bisa jadi sebuah indikasi bahwa AS memandangnya masih relevan dan berguna. Washington berkesimpulan bahwa berbagai jalan untuk mengadakan pembicaraan damai di Afganistan harus melalui dirinya dan penahanan atau penyerangan terhadapnya bisa menjadi sebuah bencana.”
THALIBAN DI BAWAH BAYANG-BAYANG THAWAGHIT
Hal yang paling parah, Barak Mendelsohn menulis sebuah artikel berjudul “Menerima Al-Qa’idah – Musuh dari Musuh Amerika Serikat” untuk Urusan Luar Negeri pada “9 Maret 2015.” Di situ, dia mengatakan, “Sejak 9/11 Washington menjadikan Al-Qa’idah sebagai ancaman terbesar bagi Amerika Serikat, salah satu yang harus dilenyapkan meskipun mengeluarkan biaya dan waktu. Setelah Washington membunuh Usamah ibnu Ladin pada 2011, hal tersebut membuat Aiman Azh-Zhawahiri, pemimpin baru Al-Qa’idah, sebagi target orang nomor satu berikutnya. Akan tetapi, ketidakstabilan di Timur Tengah setelah revolusi Arab dan kebangkitan cepat Daulah Islam Irak dan Syam (ISIS) membuat Washington perlu memikirkan kembali tujuan politiknya terhadap Al-Qa’idah, terutama targetnya untuk mengejar Azh-Zhawahiri. Mengacaukan Al-Qa’idah pada saat ini bisa berakibat fatal pada upaya AS untuk mengalahkan ISIS.”
“… Walaupun masih merupakan ancaman nyata, Al-Qa’idah hanyalah salah satu dari sejumlah kemunculan dari Timur Tengah. Washington tidak hanya memasukkan aspirasi hegemonik Iran yang mengancam sekutu-sekutu AS, namun juga perlu memerangi ekspansi ISIS.
“Agar Presiden AS Barack Obama bisa memenuhi janjinya untuk ‘menurunkan dan akhirnya melenyapkan’ ISIS, maka dia harus melemahkan penguasaan ISIS atas Mosul, Raqqah, dan titik-titik dengan jumlah penduduk yang besar, sebagaimana halnya untuk menghentikan ekspansi. Bahayanya ialah pendekatan hati-hati intervensi militer pemerintah menjadikan Al-Qa’idah – yang memandang ISIS sebagai cabang yang memberontak – sebagai pemain penting dalam membatasi pertumbuhan ISIS.”
“Selama Azh-Zhawahiri masih hidup, para pemimpin semua cabang Al-Qa’idah yang berpegang kepadanya karena sumpah pribadi tampaknya tidak akan bergeser untuk berbai’at dan bergabung dengan ISIS. Akan tetapi, jika Washington berhasil membunuh Azh-Zhawahiri, para pemimpin cabang Al-Qa’idah akan mempunyai kesempatan untuk mempertimbangkan kembali, apakah mereka akan tetap dengan Al-Qa’idah atau bergabung dengan kekhalifahan Al-Baghdadi …”
“Lebih dari itu, selama masa Ibnu Ladin, keterikatan Al-Qa’idah bergantung pada kemampuan para pemimpinnya untuk memegang berbagai hak suara bersama. Hal ini kurang jelas, apakah Al-Qa’idah bisa bertahan untuk kepemimpinan berikutnya disebabkan para pemimpin veteran Al-Qa’idah amat berkurang jumlahnya beberapa tahun terakhir, sehingga membuatnya semakin bergantung pada tokoh-tokoh penjaga tua semacam Azh-Zhawahiri untuk tetap bersatu. Dengan demikian, nasib kelompok tersebut mungkin tergantung pada kemampuan pribadi Azh-Zhawahiri untuk bertahan. Pada batas ini, sungguh ironi jika Amerika Serikat semakin dekat untuk menghancurkan Al-Qa’idah daripada sebelumnya. Kepentingannya lebih baik dipergunakan untuk membiarkan organisasi teroris tersebut tetap ada dan Azh-Zhawahiri tetap hidup.”
Hubungan Pertemanan yang Aneh
Kelompok-kelompok yang memperlihatkan pergeseran atau agresi langsung di antara satu dengan yang lainnya menyadari masing-masing mereka berada dalam satu garis yang ingin menghadang Daulah Islam. Kelompok-kelompok dengan garis berwarna di antara berbagai kelompok mewakili kepentingan bersama.
[Teks dan grafik dari orang-orang salib di Wall Street Journal!]
Baik kaum salib mengikuti ataupun tidak, “nasihat” ini tidak relevan. Kenyataan bahwa usul tersebut telah disampaikan oleh berbagai pihak salib dan analis murtad seharusnya menjadi suatu sumber kehinaan bagi setiap pengaku mujahid!
Kepentingan kaum salib ini terwujud dengan sangat bagus oleh kenyataan bahwa kaum salib yang mendukung kelompok sekuleris FSA tidak dapat eksis tanpa front Jaulani, sebagaimana diungkapkan oleh murtaddin sekuler dari Orient News dalam sebuah laporan video pada “15 April 2015”, menyatakan bahwa bentrokan apa pun yang terjadi antara FSA dan front Jaulani tidak akan membantu kepentingan masing-masing pihak, “terutama yang berhubungan dengan perluasan Daulah Islam ke arah selatan, serangannya atas pangkalan udara Khalkhalah, dan usaha terus-menerus dari An-Nushrah untuk menghadang perluasan Daulah Islam, membuat An-Nushrah senantiasa memberi jaminan bahwa ekspansi semacam itu tidak terjadi.” Kenyataan ini didemonstrasikan dalam kerjasama baru-baru ini antara front Jaulani dan FSA di Dar’a melawan mujahidin di sana, yang mereka tuduh sebagai Khawarij.
Perkara yang menyempurnakan hal ialah seruan yang dibuat oleh pelbagai salibis (“Zone-zone yang Dilindungi bagi Suriah,” John McCain, Lindsey Graham) dan murtaddin (Koalisi Nasional Suriah) untuk pendirian “zone-zone yang dilindungi” di Idlib, Dar’a, dan Halab – wilayah-wilayah yang ditempati oleh “Al-Qa’idah” Suriah dan sekutu-sekutunya yang didukung negara-negara Teluk. Zone-zone ini dilindungi dari serangan Daulah Islam oleh pesawat-pesawat tempur salib dan murtad! Semoga Allah merahmati Al-Mujahid Syaikh Usamah ibnu Ladin (raḥimahu Llāh) yang menyebut para pengklaim jihad ini sudah tersesat sedemikian nyata.
Jabhah Jaulani dan semacamnya, cepat atau lambat, akan menemukan kenyataan bahwa mereka sendiri berada di antara dua pilihan. Mereka akan bergabung dengan sebuah entitas dengan berbagai ragam faksi yang didukung thaghut dalam suatu bentuk serupa dengan “Fajar Libya” atau mereka menantikan pengkhianatan di tangan sekutu-sekutunya, sebagaimana Jabhah Jaulani sebelumnya telah mengkhianati muhajirin dan anshar Daulah Islam.
SALIBIS JOHN MCCAIN DAN LINDSEY GRAHAM MENYERUKAN ZONE PROTEKTIF UNTUK MELINDUNGI
AL-QA'IDAH DAN SEKUTU-SEKUTUNYA YANG MELAWAN DAULAH ISLAM!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar